Minggu, 10 April 2016

SUPERVISI PENDIDIKAN (TUGAS PRESENTASI PBA7)

BAB:I
 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan pendidikan di negara Indonesia kita ini – sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan sampai sekarang – maka kewajiban dan tanggungjawab para pemimpin pendidikan umumnya dan Kepala sekolah khususnya, mengalami perkembangan dan perubahan pula. Adapun perubahan-perubahan tersebut dapat dibagi menjadi tiga aspek:

1.      Perubahan dalam tujuan
2.      Perubahan dalam scope (luasnya tanggungjawab/kewajiban) dan
3.      Perubahan dalam sifatnya.
Ketiga aspek tersebut sangat berhubungan erat dan sukar untuk dipisahkan satu dari yang lainnya. Adanya perubahan dalam tujuan pendidikan, mengubah pula scope/luasnya tanggungjawab yagn harus dipukul dan dilaksanakan oleh para pemimpin pendidikan. Hal ini mengubah pula bagaimana sifat-sifat kepemimpinan yang harus dijalankan, sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan[1].
B.     Rumusan Masalah:
1.      Apa hakikat dari supervisi?
2.      Bagaimana tipe-tipe pengawasan?
3.      Apa tujuan dan fungsi supervisi?
4.      Bagaimana teknik-teknik supervisi?

BAB: II
C.    PEMBAHASAN
1.      Hakikat Supervisi
Supervisi secara etmologi berasal dari kata super dan visi ang mengandung arti melihat dan meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas, dan kinerja bawahan[2].
Sedangkan secara sematik, Supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya[3].
Terdapat beberapa istilah yang hampir sama dengan supervisi, bahkan dalam pelaksanaannya istilah-istilah tersebut sering digunakan secara bergantian. Isitilah-istilah tersebut, antara lain ialah pengawasan, pemeriksaan, dan inspeksi.
ü  Pengawasan mengandung arti suatu kegiatan untuk melakukan pengamatan agar pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan.
ü  Pemeriksaan dimaksudkan untuk melihat bagaimana kegiatan yang dilaksanakan telah mencapai tujuan.
ü  Inspeksi dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang perlu diperbaiki dalam suatu pekerjaan.
Dalam kegiatannya dengan MBS supervisi lebih ditekankan pada pembinaan dan peningkatan kemampuan dan kinerja tenaga kependidikan di sekolah dalam melaksanakan tugas khususnya kepala sekolah yang berada di sekolah tersebut. Untuk memperoleh pemahaman dan wawasan yang lebih luas tentang supervisi ini, berikut dikemukakan beberapa pengertian dari para ahli.
Dalam Carter Good’s Dictionary of Education, dikemukakan definisi suervisi sebagai berikut:
Segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya, uantuk memperbaiki pengajara, termasuk menstimulasi, menyleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-guru, menyeleksi dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode-metode mengajar serta evaluasi pengajaran[4].
Pidarta (1988) mengutip pendapat jones, mengungkapakan bahwasannya supervisi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sseluruh proses administrsi pendidikan yang ditunjukan terutama untuk mengembangkan efektivitas kinerja personalia sekolah yang berhubungan dengan tugas-tugas utama pendidikan.
            Sutisna (1985) mendeskripsikan supervisi sebagai bantuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Dengan perkataan lain, supervisi adalah suatu kegiatan pembelajaran yang disediakan untuk para guru dalam menjalankan pekerjaannya agar lebih baik. Peran supervisor adalah mendukung, membantu dan membagi, bukan menyruh.
Dari beberapa definisi diatas secara implisit memiliki wawasan dan pandangan baru tentang supervisi yang mengandung ide-ide pokok, seperti menggalakan pertumbuhan profesional guru, mengembangkan kepemimpinan demokratis, melepaskan energi, dan memecahkan berbagai masalah yang berkaitan dengan efektifitas proses belajar-mengajar. Pendekatan-pendekatan baru tentang supervisi tersebut menekankan pada peranan supervisi selaku bantuan, pelayanan serta fasilitas (pemberi kemudahan) keapada guru dan personil pendidikan lain untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas pendidikan umumnya, khususnya kualitas dalam proses belajar mengajar disekolah[5].
2.      Tipe-tipe kepengawasan (Supervisi)
Sehubungan dengan arti supervisi seperti yang diuraikan diatas jelaslah bahwa fungsi pokok daripada pemimpin sekolah itu sebagai supervisor, terutama ialah membantu guru-guru dalam mengembangkan potensi-potensi mereka (peserta didik) sebaik-baiknya.untuk mengembangkan potensi atau daya kesanggupan dan kecakapan itu, kepala sekolah selaku supervisor perlu memperhatikan factor-faktor penghambat yan telah diuraikan diatas.
Akan tetapi dalam hubungan ini perlu pula diperhatikan bahwa pengertian tentang fungsi supervisor tidak dapat dilepaskan dari tipe-tpe pkepemimpinan atau kepengawasan mana yang dianutnya[6].
Burton dan Bruekner meninjau usaha superviisi sebagai usaha bersama untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan & perkembangan beajar peserta didik[7]. dan dia juga mengemukakan adanya lima tipe supervise, yaitu: Inspeksi, Laisses-faire, coercive, training and guidance, dan democratic leadership. Secara singkat kelima tipe tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut[8]:
a.       Supervisi sebagai inspeksi
Dalam administrasi dan kepmimpinan yang otokratis, supervise berarti ispeksi. Dalam bentuk inspeksi ini, supervise semata-mata merupakan kegiatan mengispeksi pekerjaan-pekerjaan guru atau bawahan. Orang-orang yang bertugas mempunyai tanggungjawab tentang pekrjaan itu disebut inspektur.
Inspeksi bukanlah suatu pengawasan yang berusaha menolong guru untuk mengembangakan dan memperbaiki cara dan daya kerja sebagai pendidik dan pengajar. Inspeksi dijalankan bertujuan untuk menjalankan apa-apa yang sudah di instruksikan dan ditentukan atasannya. Jadi, inspeksi berarti kegiatan-kegiatan yang mencari kesalahan.
b.      Supervise ssebagai Laises faire
Kepengawasan yang bertype laisses faire sesungguhnya merupakan kepengawasan yang sama sekali tidak konstruktip. Kepengawasan laisses faire membiarkan guru-guru atau baawahan bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk dan bimbingan. Guru-guru boleh enjalankan tugasnya menurut apa yang mereka sukai, boleh mengajar apa yang mereka inginkan dan dengan cara yang mereka kehendaki masing-masing.




c.       Coercive supervision
Hampir sama dengan pengawasan yang bersifat inspeksi, tipe kepengawaasan ini bersifat otoriter. Di dalam tindakan kepengawasannya si pengawas bersifat memaksakan segala sesuatu yang dianggapnya benar dan baik menurut pendapatnya sendiri. Dalam hal ini pendapat dan insiatif guru tidak dihiraukan atau tidak dipertimbangkan. Yang penting, guru harus tunduk dan menuruti petunjuk-petunjuk yang dianggap baik oleh supervisor itu sendiri.
d.        Supervisi sebagai Training dan Guidance
Dibandingkan dengan tipe-tipe supervise yang telah dibicarakan terdahulu, tipe ini adalah tipe yang lebih baik. Tipe supervise ini berlandaskan kepada suatu pendangan bahawa pendidikan itu merupakan proses pertumbuhan bimbingan. Juga berdasarkan pandangan bahwa orang-orang yang diangkat sebagai guru pada umumnya telah mendapatkan pendidikan sre-service di sekolah guru. Oleh kaarena itu supervise yang dilakukan selanjutnya ialah untuk melatih (to train) dan memberi bimbingan (to guide) kepada guru-guru tersebut dalam tugas pekerjaanya sebagai guru.
Tipe ini baik, terutama bagi guru-guru yang baru mulai mengajar setelah keluar dari Sekolah Guru. Kelemahannya munngkin terdapat pada pengawasan, petunjuk-petunjuk ataupun nasihat-nasihat yang diberikan dalam training dan bimbingan itu bersifat sudah tidak sesuai  lagi dengan perkembangan pendidikan dan tuntuntan zaman, sehingga dapat terjadi kontradiksi antara pengetahuan yang telah diperoleh guru dari Sekolah Guru dengan pendapat supervisor itu sendiri.
e.         Kepengawasan yang demokratis
Dalam kepengawasan yang demokratis, kepengawasan atau supervise bersifat demokratis pula. Supervise merupakan kepemimpinan pendidikan secara kooperatip. Dalam tingkat ini, supevsi bukan lagi suatu pekerjaan yang dipegang oleh seorang petugas, akan tetapi merupakan pekerjaan-pekerjaan bersama yang dikoordinasikan. Tanggungjawab tidak dipegang sendiri oleh supervisor, melainkan dibagi-bagikan kepada para anggota sesuai denga tingkat, kehlian dan kecakapannnya masing-masing[9]
3.      Tujuan Dan Fungsi Supervisi
Berdasarkan beberapa kajian terhadap pengertian dan hakikat supervisi di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi bertujuan mengembangkan iklim yang kondusif dan situasi belajar mengajar yang lebih baik[10] , melalui pembinaan dan meningkatkan profesi mengajar. Dengan kata lain tujuan supervisi pengajaran adalah membantu dan memberikan kemudahan kepada para guru untuk belajar bagaimana meningkatkan kemampuan mereka guna mewujudkan tujuan belajar peserta didik.
Secara khusus, Ametembun (1981) mengupas tujuan supervisi pendidikan sebagai berikut:
a.       Membina kepala sekolah dan guru-guru untuk  lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenanya dan peranan sekolah dalam merealisasikan tujuan tersbut;
b.      Memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru-guru untuk mempersiapkan peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif.
c.       Membantu kepala sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara kritis terhadap aktivitas-aktivitasnya dan kesulitan-kesulitan belajar mengajar, seta menolong mereka di dalam merencanakan perbaikan-perbaikan.
d.      Meningkatkan kesadaran kepala sekoalah dan guru-guru serta warga sekolah lain terhadap cara kerja yang demokratis dan komprehensif, serta memperbesar kesediaan untuk tolong menolong.
e.       Meningkatkan semangat guru-guru dan motivasi berprestasi untuk mengoptimalkan kinerja secara maksimal dalam profesinya.
f.        Membsntu kepala sekolah untuk mempopoulerkan pengembang progam pendidikan di sekolah kepada masyarakat.
g.      Membantu kepala sekolah dan guru-guru dalam mengevaluasi aktifitasnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik;
h.      Mengembangkan rasa kesatuan dan persatuan (kolegiatas) di antara guru[11].
Setiap supervisor pendidikan harus memahami dan mampu melaksanakan supervisi sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya, baik yang menyangkut penelitian, penilaian, perbaikan, maupun pengembangan.
Dalam supervisi, penelitian merupakan suatu kegiatan untuk  memperoleh gambaran yang jelas dan objektif tentang situasi pendidikan. Melalui penelitian ini diperoleh data dan informasi-informasi yang diperlakukan sebagai dasar dan untuk menganalisis situasi pendidikan dan pengajaran secara lebih mendalam. Hasil analisis dan kesimpulan penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan tindakan-tindakan dan langkah-langkah yang perlu dilakukan guna memperbaiki dan mengembangkan situasi pendidikan dan pengajaran[12].
Penilaian merupakan tindak lanjut untuk mengetahui hasil penelitian lebih jauh, yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi situasi pendidikan dan pengajaran yang telah diteliti sebelumnya. Penilaian lebih dititik beratkan pada aspek-aspek positif yang dapat dikembangkan daripada aspek-aspek negatif atau kekurangan dan kelemahan dari orang yang di supervisi. Meskipun demikian, tidak berarti kekurangan dan kelemahan yang ada dan kesat mata diabaikan begitu saja, melainkan perlu di ungkap ke permukaan untuk dicarikan perbaikan dan jalan pemecahannya. Hal ini lebih ditekankan pada pemecahan masalah, perbaikan kekurangan, dann peningkatan kualitas bukan pada penemuan kekurangan dan kelemahan. Di sisi lain aspek-aspek positif, sangat perlu diperhatikan dalam rangka pembinaan dan peningkatan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai.
Perbaikan dilakuakan berdasarkan hasil penelitian dan penilaian. Dalam hal ini supervisor telah mengetahui dan memahami kondisi pendidikan pada umumnya dan proses belajar mengajar pada khususnya, serta keadaan berbagai fasilitas pendukung, dana, dan daya upaya yang dipergunakan; apakah baik atau buruk, memuaskan atau tidak, mengalami kemajuan atau tidak, mencapai target yan ditetapkan atau tidak dsb. Berkaitan dengan kelemahan dan kekurangan, tugas supervisor selanjutnya adalah mencari jalan pemecahan, mengarahkan perbaikan-perbaikan, meningkatkan keadaan, dan melakukan penyempurna-penyempurnaan.
Pengembangan merupakan upaya unyuk senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kondisi-kondisi yang sudah baik yang ditemukan dari hasil penelitian dan penilaian. Sehubungan dengan itu, supervisor dituntut untuk memelihara, menjaga, dan meningkatkan hasil-hasil yang tlah dicapai supaya kondisi dan situasi tersebut tidak mengalami penurunan, tetapi akan lebih baik dan meningkat, baik secara kuntitas maupun kualitas.
Dalam palaksanaannya fungsi-fungsi tersebut harus dilakukan secara simultan, konsisten dan kontinu dalam suatu progam supervisi. Sebagai inti dari kegiatan supervisi adalah bagaimana mengintegrasikan fungsi-fungsi tersebut ke dalam tugas pembinaan terhadap pribadi guru dan tenaga pendidik lainnya, yang di supervisi[13].
Yang dimaksud dengan fungsi dalam uraian ini ialah tugas aktif dari kegiatan supervise yang dilakukan oleh orang yang berfungsi sebagai supervisor. Mungkin supervisor itu seorang pemilik SD, pengawas SMP, kepala sekolah atau guru biasa yang memberikan bantuan untuk anggota staff lain dalam rangka meningkatkan kualitas pekerjaan mendidik dan mengajar. Dalam bukunya “Theory and practice of supervisor”, John Minor Gwin membedakan 3 tanggung jawab utama dan 10 tugas kongkrit seorang yang berfungsi sebagi supervisor, adapun ketiga tanggung jaawab utama tiu adalah:
1.       Bertanggung jawab untuk menolong guru-guru secara individual.
2.       Bertanggung jawab dalam mengkoordinir dan lebih memperbaiki seluruh staff sekolah dalam melakukan tugas pelayanan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
3.       Bertanggung jawab dalam mendayagunakan berbagai sumber daya manusia sebagaimana sumber yang membantu pertumbuhan guru dan sekaligus sebagai penterjemahan, baik progam-progam sekolah kepada sekolah-sekolah lain, maupun kepada masyarakkat[14].
Berdasarkan tanggung jawab tersebut diatas, maka Gwyn merumuskan 10 tugas utama sebagai berikut:
1.      Membantu guru-guru agar mengerti para siswa.
2.      Membantu mengembangkan dan memperbaiki, baik secara indifdual maupun secara bersama.
3.      Membantu seluruh staff sekolah agar mereka lebih efektif dalam menyajikan materi.
4.      Membantu guru meningkatkan cara-cara mengajar.
5.      Membantu guru secara individual.
6.      Membantu guru agar mereka dapat menilai para siswa lebih baik.
7.      Menstimulir guru agar mereka dapat menilai dirinya dan pekerjaanya sendiri.
8.      Membantu guru agar mereka lebih semangat atau bergairah dalam pekerjaanya.
9.      Membantu guru dalam melaksanakan kurikulum dalam sekolah.
10.  Dan membantu guru agar mereka dapat memberi informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat tentang kemajuan sekolahnya[15].
4.      Teknik-teknik supervisi
Supervisor hendaknya dapat memilih teknik-teknik supervisi yang tepat, sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Untuk kepentingan tersebut, berikut di uraikan beberapa teknik supervise yang dapat dipilih dan digunakan supervisor pendidikan, baik yang bersifat individual maupun kelompok[16]. Teknik-teknik tersebut, antara lain: kunjungan dan observasi kelas, pembicaraan individual, diskusi kelompok, demonstrasi mengajar, dan perpustakaan professional[17].

1.      kunjungan dan observasi kelas
kunjungan dan observasi kelas sangat bermanfaat untuk mendapatkan informasi tentang proses belajar mengajar secara langsung, baik yang menyangkut kelebihan maupun kekurangan dan kelemahanya. Melalui tehnik ini kepala sekolah dapat mengamati secara langsung kegiatan guru dalam melakukan tugas utamanaya, mengajar, penggunaan alat, metode, dan tehnik mengajar secara keseluruhan dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
2.      Pembicaraan individual
kunjungan dan observasi kelas pada umunya dilengkapi dengan pembicaraan indifidual antara kepala sekolah dan guru. Pembicaraan individual dapat pula dilakukan tanpa harus melakukan kunjuanga kelas terlebih dahulu jika kepala sekolah merasa bahwa guru memerlukan bantuan atau guru itu sendiri yang merasa perlu bantuan.
3.      Diskusi kelompok
Diskusi kelompok atau pertemuan kelompok adalah suatu kegiatan mengumpulkan sekelompok orang dalam situasi tatap muka dan interaksi lisan untuk bertukar informasi atau berusaha mencapai suatu keputusan tentang masalah-masalah bersama. Kegiatan diskusi ini dapat mengambil beberapa bentuk pertemuan, seperti seminar, lokakarya, kelompok studi, kelompok panel, dan kegiatan lainnya yang memiliki tujuan yang sama.
4.      Demonstrasi mengajar
Ialah proses belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru yang memiliki kemampuan dalam hal mengajar sehingga guru lain dapat mengambil hikmah dan manfaatnya. Demonstrasi mengajar ini bertujuan untuk memberi contoh bagaimana cara melaksanakan proses belajar mengajar yang baik dalam menyajikan materi menggunakan pendekatan, metode, dan media pembelajaran.
5.      Perpusstakaan profesional
Ciri profesional eorang guru antara lain tercermin dalam kemauan dan kemampuannya untuk belajar secara terus menerus dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki tugas utamanya , yaitu mengajar. Guru hendaknya meruapakan kelompok “readin people” dan menjadi bagian dari masyarakat belajar, yang menjadikan belajar sebagai kebutuhan hidupnya[18].

D.           KESIMPULAN
Kegiatan supervisi pendidikan memiliki esensi pada sebuah pembinaan dalam rangka membantu meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar guru di kelasnya dan dilaksanakan secara terprogram dengan diawasi oleh kepala sekolah. Supervisi pendidikan dapat diartikan bahwa supervisi pendidikan merupakan bentuk pembinaan dalam peningkatan mutu pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan kepala sekolah agar dapat menuju ke arah yang lebih baik.
Fungsi dari supervisi pendidikan yaitu untuk menyelenggarakan inspeksi (pengawasan), penilaian, latihan dan pembinaan. Tujuan supervisi pendidikan adalah untuk mengembangkan situasi belajar mengajar kearah yang lebih baik.
Mutu pendidikan di sekolah dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam mengelola secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen-komponen menurut norma atau standar yang berlaku di sekolah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA:
 Djojopranoto, M. Ngalim Purwanto Sutaadji, Administrasi Pendidikan, (Mutiara Sumber Widya 1986 Jakarta).
E. Mulyasa, Menejemen Berbasis Sekolah, (Penerbit PT Remaja Rosydakarya-Bandung).
Piet. A. Sahertian, Prinsip & Tehnik Suprvisi Pendidikan, (Penerbit: USAHA NASIONAL, Surabaya-Indonesia, 1981)
Soetopo, Hendyat, Administrasi Pendidikan, (penerbit IKIP Malang,1989).
Sutiana, Oteng. Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional, (Penerbit: Angkasa-Bandung, 1987)




[1]  M. Ngalim Purwanto Sutaadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya 1986), Hal. 51


[2] E. Mulyasa, M.Pd, Menejemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Penerbit PT Remaja Rosydakarya), Hal. 154
[4] Piet. A. Sahertian, Prinsip & Tehnik Suprvisi Pendidikan, (Penerbit: USAHA NASIONAL, Surabaya-Indonesia, 1981), Hal. 18
[5] E. Mulyasa, M.Pd, Menejemen Berbasis Sekolah,.......ibid , Hal. 154-156
[6] Drs.M. Ngalim Purwanto Sutaadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, Ibid...................., Hal. 56
[7] Drs. Piet. A. Sahertian, Prinsip & Tehnik Suprvisi Pendidikan, ................Ibid, Hal. 22
[8] Drs.M. Ngalim Purwanto Sutaadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, Ibid...................., Hal. 57
[9]  Drs.M. Ngalim Purwanto Sutaadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, Jakarta: Mutiara Sumber Widya 1986 Jakarta, Hal.56-58

[10]Piet. A. Sahertian, Prinsip & Tehnik Suprvisi Pendidikan, ................Ibid, Hal.23
[11] E. Mulyasa, M.Pd, Menejemen Berbasis Sekolah,............... Ibid, Hal. 157
[12] E. Mulyasa, M.Pd, Menejemen Berbasis Sekolah,............... Ibid, Hal. 158
[13] E. Mulyasa, M.Pd, Menejemen Berbasis Sekolah,............... Ibid, Hal. 157-159
[14] Drs. Hendyat Soetopo, Administrasi Pendidikan, (penerbit IKIP Malang, 1989), hal. 281-282
[15] Drs. Hendyat Soetopo, Administrasi Pendidikan,............. ibid, hal. 282

[16] E. Mulyasa, M.Pd, Menejemen Berbasis Sekolah, ................ibid, Hal. 160
[17] Prof. DR. Oteng Sutiana, M.Sc. Ed. Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional, (Penerbit: Angkasa-Bandung, 1987), Hal. 226

[18] E. Mulyasa, M.Pd, Menejemen Berbasis Sekolah, ................ibid, Hal. 162

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemaknaan Kebengkokan Wanita sebagaimana Tulang Rusuk

Terkadang kita selalu mendengar, ada istilah bahwa “wanita itu bengkok” seperti tulang rusuk. Tentu mungkin ada yang bertanya-tanya maksud...