BAB:I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan pendidikan di negara Indonesia
kita ini – sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan sampai
sekarang – maka kewajiban dan tanggungjawab para pemimpin pendidikan umumnya
dan Kepala sekolah khususnya, mengalami perkembangan dan perubahan pula. Adapun
perubahan-perubahan tersebut dapat dibagi menjadi tiga aspek:
1.
Perubahan dalam tujuan
2.
Perubahan dalam scope (luasnya tanggungjawab/kewajiban) dan
3.
Perubahan dalam sifatnya.
Ketiga
aspek tersebut sangat berhubungan erat dan sukar untuk dipisahkan satu dari
yang lainnya. Adanya perubahan dalam tujuan pendidikan, mengubah pula
scope/luasnya tanggungjawab yagn harus dipukul dan dilaksanakan oleh para
pemimpin pendidikan. Hal ini mengubah pula bagaimana sifat-sifat kepemimpinan
yang harus dijalankan, sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan[1].
B.
Rumusan Masalah:
1.
Apa hakikat dari supervisi?
2.
Bagaimana tipe-tipe
pengawasan?
3.
Apa tujuan dan fungsi supervisi?
4.
Bagaimana teknik-teknik supervisi?
BAB: II
C.
PEMBAHASAN
1.
Hakikat Supervisi
Supervisi
secara etmologi berasal dari kata super dan visi ang mengandung arti melihat
dan meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh
pihak atasan terhadap aktivitas, dan kinerja bawahan[2].
Sedangkan
secara sematik, Supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan
atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan
mutu mengajar dan belajar pada khususnya[3].
Terdapat
beberapa istilah yang hampir sama dengan supervisi, bahkan dalam pelaksanaannya
istilah-istilah tersebut sering digunakan secara bergantian. Isitilah-istilah
tersebut, antara lain ialah pengawasan, pemeriksaan, dan inspeksi.
ü Pengawasan mengandung arti suatu
kegiatan untuk melakukan pengamatan agar pekerjaan dilakukan sesuai dengan
ketentuan.
ü Pemeriksaan dimaksudkan untuk
melihat bagaimana kegiatan yang dilaksanakan telah mencapai tujuan.
ü Inspeksi dimaksudkan untuk
mengetahui kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang perlu diperbaiki dalam
suatu pekerjaan.
Dalam
kegiatannya dengan MBS supervisi lebih ditekankan pada pembinaan dan
peningkatan kemampuan dan kinerja tenaga kependidikan di sekolah dalam
melaksanakan tugas khususnya kepala sekolah yang berada di sekolah tersebut.
Untuk memperoleh pemahaman dan wawasan yang lebih luas tentang supervisi ini,
berikut dikemukakan beberapa pengertian dari para ahli.
Dalam Carter
Good’s Dictionary of Education, dikemukakan definisi suervisi sebagai berikut:
Segala usaha
pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya,
uantuk memperbaiki pengajara, termasuk menstimulasi, menyleksi pertumbuhan dan
perkembangan jabatan guru-guru, menyeleksi dan merevisi tujuan-tujuan
pendidikan, bahan pengajaran dan metode-metode mengajar serta evaluasi
pengajaran[4].
Pidarta (1988)
mengutip pendapat jones, mengungkapakan bahwasannya supervisi merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari sseluruh proses administrsi pendidikan yang
ditunjukan terutama untuk mengembangkan efektivitas kinerja personalia sekolah
yang berhubungan dengan tugas-tugas utama pendidikan.
Sutisna (1985) mendeskripsikan
supervisi sebagai bantuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar yang
lebih baik. Dengan perkataan lain, supervisi adalah suatu kegiatan pembelajaran
yang disediakan untuk para guru dalam menjalankan pekerjaannya agar lebih baik.
Peran supervisor adalah mendukung, membantu dan membagi, bukan menyruh.
Dari beberapa
definisi diatas secara implisit memiliki wawasan dan pandangan baru tentang
supervisi yang mengandung ide-ide pokok, seperti menggalakan pertumbuhan
profesional guru, mengembangkan kepemimpinan demokratis, melepaskan energi, dan
memecahkan berbagai masalah yang berkaitan dengan efektifitas proses belajar-mengajar.
Pendekatan-pendekatan baru tentang supervisi tersebut menekankan pada peranan
supervisi selaku bantuan, pelayanan serta fasilitas (pemberi kemudahan) keapada
guru dan personil pendidikan lain untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas pendidikan
umumnya, khususnya kualitas dalam proses belajar mengajar disekolah[5].
2. Tipe-tipe
kepengawasan (Supervisi)
Sehubungan dengan arti supervisi seperti yang diuraikan diatas jelaslah
bahwa fungsi pokok daripada pemimpin sekolah itu sebagai supervisor, terutama
ialah membantu guru-guru dalam mengembangkan potensi-potensi mereka (peserta
didik) sebaik-baiknya.untuk mengembangkan potensi atau daya kesanggupan dan
kecakapan itu, kepala sekolah selaku supervisor perlu memperhatikan
factor-faktor penghambat yan telah diuraikan diatas.
Akan tetapi
dalam hubungan ini perlu pula diperhatikan bahwa pengertian tentang fungsi
supervisor tidak dapat dilepaskan dari tipe-tpe pkepemimpinan atau kepengawasan
mana yang dianutnya[6].
Burton dan Bruekner meninjau usaha
superviisi sebagai usaha bersama untuk mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan & perkembangan beajar peserta didik[7]. dan dia
juga mengemukakan adanya lima tipe supervise,
yaitu: Inspeksi, Laisses-faire, coercive, training and guidance, dan democratic
leadership. Secara singkat kelima tipe tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut[8]:
a. Supervisi sebagai inspeksi
Dalam administrasi dan kepmimpinan yang otokratis, supervise berarti
ispeksi. Dalam bentuk inspeksi ini, supervise semata-mata merupakan kegiatan
mengispeksi pekerjaan-pekerjaan guru atau bawahan. Orang-orang yang bertugas
mempunyai tanggungjawab tentang pekrjaan itu disebut inspektur.
Inspeksi bukanlah suatu pengawasan yang berusaha menolong guru untuk
mengembangakan dan memperbaiki cara dan daya kerja sebagai pendidik dan
pengajar. Inspeksi dijalankan bertujuan untuk menjalankan apa-apa yang sudah di
instruksikan dan ditentukan atasannya. Jadi, inspeksi berarti kegiatan-kegiatan
yang mencari kesalahan.
b. Supervise ssebagai Laises faire
Kepengawasan yang bertype laisses faire sesungguhnya merupakan
kepengawasan yang sama sekali tidak konstruktip. Kepengawasan laisses faire
membiarkan guru-guru atau baawahan bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk
dan bimbingan. Guru-guru boleh enjalankan tugasnya menurut apa yang mereka
sukai, boleh mengajar apa yang mereka inginkan dan dengan cara yang mereka
kehendaki masing-masing.
c. Coercive supervision
Hampir sama dengan pengawasan yang bersifat inspeksi, tipe kepengawaasan
ini bersifat otoriter. Di dalam tindakan kepengawasannya si pengawas bersifat memaksakan
segala sesuatu yang dianggapnya benar dan baik menurut pendapatnya sendiri.
Dalam hal ini pendapat dan insiatif guru tidak dihiraukan atau tidak
dipertimbangkan. Yang penting, guru harus tunduk dan menuruti petunjuk-petunjuk
yang dianggap baik oleh supervisor itu sendiri.
d.
Supervisi sebagai Training dan Guidance
Dibandingkan dengan tipe-tipe supervise yang telah dibicarakan
terdahulu, tipe ini adalah tipe yang lebih baik. Tipe supervise ini berlandaskan kepada
suatu pendangan bahawa pendidikan itu merupakan proses pertumbuhan bimbingan.
Juga berdasarkan pandangan bahwa orang-orang yang diangkat sebagai guru pada
umumnya telah mendapatkan pendidikan sre-service di sekolah guru. Oleh kaarena
itu supervise yang dilakukan selanjutnya ialah untuk melatih (to train) dan
memberi bimbingan (to guide) kepada guru-guru tersebut dalam tugas pekerjaanya
sebagai guru.
Tipe ini baik, terutama bagi guru-guru yang baru mulai mengajar setelah
keluar dari Sekolah Guru. Kelemahannya munngkin terdapat pada pengawasan,
petunjuk-petunjuk ataupun nasihat-nasihat yang diberikan dalam training dan
bimbingan itu bersifat sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan pendidikan dan tuntuntan zaman, sehingga dapat
terjadi kontradiksi antara pengetahuan yang telah diperoleh guru dari Sekolah
Guru dengan pendapat supervisor itu sendiri.
e.
Kepengawasan yang demokratis
Dalam kepengawasan yang demokratis, kepengawasan atau supervise bersifat
demokratis pula. Supervise merupakan kepemimpinan pendidikan secara kooperatip.
Dalam tingkat ini, supevsi bukan lagi suatu pekerjaan yang dipegang oleh
seorang petugas, akan tetapi merupakan pekerjaan-pekerjaan bersama yang
dikoordinasikan. Tanggungjawab tidak dipegang sendiri oleh supervisor,
melainkan dibagi-bagikan kepada para anggota sesuai denga tingkat, kehlian dan
kecakapannnya masing-masing[9].
3.
Tujuan Dan Fungsi Supervisi
Berdasarkan
beberapa kajian terhadap pengertian dan hakikat supervisi di atas dapat
disimpulkan bahwa supervisi bertujuan mengembangkan iklim yang kondusif dan situasi
belajar mengajar yang lebih baik[10] ,
melalui pembinaan dan meningkatkan profesi mengajar. Dengan kata lain tujuan
supervisi pengajaran adalah membantu dan memberikan kemudahan kepada para guru
untuk belajar bagaimana meningkatkan kemampuan mereka guna mewujudkan tujuan
belajar peserta didik.
Secara
khusus, Ametembun (1981) mengupas tujuan supervisi pendidikan sebagai berikut:
a.
Membina kepala sekolah dan guru-guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan yang
sebenanya dan peranan sekolah dalam merealisasikan tujuan tersbut;
b.
Memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru-guru untuk
mempersiapkan peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif.
c.
Membantu kepala sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara kritis
terhadap aktivitas-aktivitasnya dan kesulitan-kesulitan belajar mengajar, seta
menolong mereka di dalam merencanakan perbaikan-perbaikan.
d.
Meningkatkan kesadaran kepala sekoalah dan guru-guru serta warga
sekolah lain terhadap cara kerja yang demokratis dan komprehensif, serta
memperbesar kesediaan untuk tolong menolong.
e.
Meningkatkan semangat guru-guru dan motivasi berprestasi untuk
mengoptimalkan kinerja secara maksimal dalam profesinya.
f.
Membsntu kepala sekolah
untuk mempopoulerkan pengembang progam pendidikan di sekolah kepada masyarakat.
g.
Membantu kepala sekolah dan guru-guru dalam mengevaluasi
aktifitasnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik;
h.
Mengembangkan rasa kesatuan dan persatuan (kolegiatas) di antara
guru[11].
Setiap supervisor pendidikan harus memahami dan mampu melaksanakan
supervisi sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya, baik yang menyangkut penelitian,
penilaian, perbaikan, maupun pengembangan.
Dalam supervisi, penelitian merupakan suatu kegiatan
untuk memperoleh gambaran yang jelas dan
objektif tentang situasi pendidikan. Melalui penelitian ini diperoleh data dan
informasi-informasi yang diperlakukan sebagai dasar dan untuk menganalisis
situasi pendidikan dan pengajaran secara lebih mendalam. Hasil analisis dan
kesimpulan penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan
tindakan-tindakan dan langkah-langkah yang perlu dilakukan guna memperbaiki dan
mengembangkan situasi pendidikan dan pengajaran[12].
Penilaian merupakan tindak lanjut untuk mengetahui hasil penelitian lebih
jauh, yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi situasi pendidikan
dan pengajaran yang telah diteliti sebelumnya. Penilaian lebih dititik beratkan
pada aspek-aspek positif yang dapat dikembangkan daripada aspek-aspek negatif
atau kekurangan dan kelemahan dari orang yang di supervisi. Meskipun demikian,
tidak berarti kekurangan dan kelemahan yang ada dan kesat mata diabaikan begitu
saja, melainkan perlu di ungkap ke permukaan untuk dicarikan perbaikan dan
jalan pemecahannya. Hal ini lebih ditekankan pada pemecahan masalah, perbaikan
kekurangan, dann peningkatan kualitas bukan pada penemuan kekurangan dan
kelemahan. Di sisi lain aspek-aspek positif, sangat perlu diperhatikan dalam
rangka pembinaan dan peningkatan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai.
Perbaikan dilakuakan berdasarkan hasil penelitian dan penilaian. Dalam hal
ini supervisor telah mengetahui dan memahami kondisi pendidikan pada umumnya
dan proses belajar mengajar pada khususnya, serta keadaan berbagai fasilitas
pendukung, dana, dan daya upaya yang dipergunakan; apakah baik atau buruk,
memuaskan atau tidak, mengalami kemajuan atau tidak, mencapai target yan
ditetapkan atau tidak dsb. Berkaitan dengan kelemahan dan kekurangan, tugas
supervisor selanjutnya adalah mencari jalan pemecahan, mengarahkan
perbaikan-perbaikan, meningkatkan keadaan, dan melakukan
penyempurna-penyempurnaan.
Pengembangan merupakan upaya unyuk senantiasa mempertahankan dan meningkatkan
kondisi-kondisi yang sudah baik yang ditemukan dari hasil penelitian dan
penilaian. Sehubungan dengan itu, supervisor dituntut untuk memelihara,
menjaga, dan meningkatkan hasil-hasil yang tlah dicapai supaya kondisi dan
situasi tersebut tidak mengalami penurunan, tetapi akan lebih baik dan
meningkat, baik secara kuntitas maupun kualitas.
Dalam palaksanaannya fungsi-fungsi tersebut harus dilakukan secara
simultan, konsisten dan kontinu dalam suatu progam supervisi. Sebagai inti dari
kegiatan supervisi adalah bagaimana mengintegrasikan fungsi-fungsi
tersebut ke dalam tugas pembinaan terhadap pribadi guru dan tenaga pendidik
lainnya, yang di supervisi[13].
Yang dimaksud dengan fungsi dalam uraian ini ialah tugas aktif dari
kegiatan supervise yang dilakukan oleh orang yang berfungsi sebagai supervisor.
Mungkin supervisor itu seorang pemilik SD, pengawas SMP, kepala sekolah atau
guru biasa yang memberikan bantuan untuk anggota staff lain dalam rangka
meningkatkan kualitas pekerjaan mendidik dan mengajar. Dalam bukunya “Theory and practice of
supervisor”, John Minor Gwin membedakan 3 tanggung jawab utama dan 10 tugas
kongkrit seorang yang berfungsi sebagi supervisor, adapun ketiga tanggung jaawab
utama tiu adalah:
1. Bertanggung jawab untuk menolong guru-guru
secara individual.
2. Bertanggung jawab dalam mengkoordinir dan
lebih memperbaiki seluruh staff sekolah dalam melakukan tugas pelayanan
pendidikan dan pengajaran di sekolah.
3. Bertanggung jawab dalam mendayagunakan
berbagai sumber daya manusia sebagaimana sumber yang membantu pertumbuhan guru
dan sekaligus sebagai penterjemahan, baik progam-progam sekolah kepada
sekolah-sekolah lain, maupun kepada masyarakkat[14].
Berdasarkan
tanggung jawab tersebut diatas, maka Gwyn merumuskan 10 tugas utama sebagai
berikut:
1.
Membantu guru-guru agar mengerti para siswa.
2.
Membantu mengembangkan dan memperbaiki, baik secara
indifdual maupun secara bersama.
3.
Membantu seluruh staff sekolah agar mereka lebih
efektif dalam menyajikan materi.
4.
Membantu guru meningkatkan cara-cara mengajar.
5.
Membantu guru secara individual.
6.
Membantu guru agar mereka dapat menilai para siswa
lebih baik.
7.
Menstimulir guru agar mereka dapat menilai dirinya dan
pekerjaanya sendiri.
8.
Membantu guru agar mereka lebih semangat atau
bergairah dalam pekerjaanya.
9.
Membantu guru dalam melaksanakan kurikulum dalam
sekolah.
10.
Dan membantu guru agar mereka dapat memberi informasi
yang seluas-luasnya kepada masyarakat tentang kemajuan sekolahnya[15].
4. Teknik-teknik
supervisi
Supervisor hendaknya dapat memilih teknik-teknik supervisi yang tepat,
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Untuk kepentingan tersebut, berikut di
uraikan beberapa teknik supervise yang dapat dipilih dan digunakan supervisor
pendidikan, baik yang bersifat individual maupun kelompok[16].
Teknik-teknik tersebut, antara lain: kunjungan dan observasi kelas, pembicaraan
individual, diskusi kelompok, demonstrasi mengajar, dan perpustakaan
professional[17].
1.
kunjungan dan observasi kelas
kunjungan dan observasi kelas sangat
bermanfaat untuk mendapatkan informasi tentang proses belajar mengajar secara
langsung, baik yang menyangkut kelebihan maupun kekurangan dan kelemahanya.
Melalui tehnik ini kepala sekolah dapat mengamati secara langsung kegiatan guru
dalam melakukan tugas utamanaya, mengajar, penggunaan alat, metode, dan tehnik
mengajar secara keseluruhan dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
2.
Pembicaraan individual
kunjungan dan observasi kelas pada umunya
dilengkapi dengan pembicaraan indifidual antara kepala sekolah dan guru.
Pembicaraan individual dapat pula dilakukan tanpa harus melakukan kunjuanga
kelas terlebih dahulu jika kepala sekolah merasa bahwa guru memerlukan bantuan
atau guru itu sendiri yang merasa perlu bantuan.
3.
Diskusi kelompok
Diskusi
kelompok atau pertemuan kelompok adalah suatu kegiatan mengumpulkan sekelompok
orang dalam situasi tatap muka dan interaksi lisan untuk bertukar informasi
atau berusaha mencapai suatu keputusan tentang masalah-masalah bersama.
Kegiatan diskusi ini dapat mengambil beberapa bentuk pertemuan, seperti
seminar, lokakarya, kelompok studi, kelompok panel, dan kegiatan lainnya yang
memiliki tujuan yang sama.
4.
Demonstrasi mengajar
Ialah
proses belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru yang memiliki
kemampuan dalam hal mengajar sehingga guru lain dapat mengambil hikmah dan
manfaatnya. Demonstrasi mengajar ini bertujuan untuk memberi contoh bagaimana
cara melaksanakan proses belajar mengajar yang baik dalam menyajikan materi
menggunakan pendekatan, metode, dan media pembelajaran.
5.
Perpusstakaan profesional
Ciri
profesional eorang guru antara lain tercermin dalam kemauan dan kemampuannya
untuk belajar secara terus menerus dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki
tugas utamanya , yaitu mengajar. Guru hendaknya meruapakan kelompok “readin
people” dan menjadi bagian dari masyarakat belajar, yang menjadikan belajar
sebagai kebutuhan hidupnya[18].
D.
KESIMPULAN
Kegiatan
supervisi pendidikan memiliki esensi pada sebuah pembinaan dalam rangka
membantu meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar guru di kelasnya dan
dilaksanakan secara terprogram dengan diawasi oleh kepala sekolah. Supervisi
pendidikan dapat diartikan bahwa supervisi pendidikan merupakan bentuk
pembinaan dalam peningkatan mutu pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan
kepala sekolah agar dapat menuju ke arah yang lebih baik.
Fungsi dari
supervisi pendidikan yaitu untuk menyelenggarakan inspeksi (pengawasan),
penilaian, latihan dan pembinaan. Tujuan supervisi pendidikan adalah untuk
mengembangkan situasi belajar mengajar kearah yang lebih baik.
Mutu pendidikan
di sekolah dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam mengelola secara
operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan
sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen-komponen menurut
norma atau standar yang berlaku di sekolah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA:
Djojopranoto, M. Ngalim Purwanto Sutaadji, Administrasi Pendidikan, (Mutiara
Sumber Widya 1986 Jakarta).
E. Mulyasa, Menejemen
Berbasis Sekolah, (Penerbit PT Remaja Rosydakarya-Bandung).
Piet. A. Sahertian, Prinsip &
Tehnik Suprvisi Pendidikan, (Penerbit: USAHA NASIONAL, Surabaya-Indonesia,
1981)
Soetopo, Hendyat, Administrasi
Pendidikan, (penerbit IKIP Malang,1989).
Sutiana, Oteng. Administrasi
Pendidikan Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional, (Penerbit:
Angkasa-Bandung, 1987)
[1] M. Ngalim
Purwanto Sutaadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya 1986), Hal. 51
[2] E. Mulyasa, M.Pd, Menejemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Penerbit PT Remaja Rosydakarya), Hal. 154
[4] Piet. A.
Sahertian, Prinsip & Tehnik Suprvisi Pendidikan, (Penerbit: USAHA
NASIONAL, Surabaya-Indonesia, 1981), Hal. 18
[6] Drs.M. Ngalim Purwanto Sutaadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, Ibid...................., Hal. 56
[7] Drs. Piet. A.
Sahertian, Prinsip & Tehnik Suprvisi Pendidikan, ................Ibid,
Hal. 22
[8] Drs.M. Ngalim Purwanto Sutaadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, Ibid...................., Hal. 57
[9] Drs.M. Ngalim Purwanto Sutaadji
Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, Jakarta: Mutiara Sumber Widya 1986 Jakarta, Hal.56-58
[10]Piet. A.
Sahertian, Prinsip & Tehnik Suprvisi Pendidikan, ................Ibid,
Hal.23
[17] Prof. DR. Oteng Sutiana, M.Sc. Ed. Administrasi Pendidikan Dasar
Teoritis Untuk Praktek Profesional, (Penerbit: Angkasa-Bandung, 1987), Hal. 226
Tidak ada komentar:
Posting Komentar