A.
Latar Belakang
Hadits Nabawi adalah sumber kedua setelah al Quran yang diikuti
oleh Ijma’ dan juga Qiyas. Hadits tak bisa dipungkiri memiliki peranan yang
urgent sebagai sumber terhadap hukum-hukum Islam. Al Quran bisa difahami dan
didekati melalui hadits sehingga hadits berperan sebagai Mubayin, Muqoyyid,
Muwaddih al Musykil, Nasikh dan lain-lain bagi al-Qur’an.
Pada masa Rasulullah hidup hadits hanya diriwayatkan secara lisan
tanpa menggunakan tulisan. Sebab saat itu jika hadits ditulis dihawatirkan
redaksi-redaksinya tercampur dengan ayat al Quran. Meskipun demikian, ada
beberapa sahabat yang tetap menulis redaksi hadits untuk kepentingan pribadinya
bukan rujukan umum. Sebut saja Abdullah ‘Amr bin al-‘Ash.
Setelah Rasulullah wafat, dan banyak para sahabat penghafal hadits
yang meninggal. Khalifah Umar bin Abdul Aziz mulai merasa hawatir dan prihatin
terhadap hadits yang belum sepenuhnya ditulis. Kehawatiran inilah yang menjadi
langkah awal untuk pengkodifikasian hadits. Muhammad bin Syihab al-Zuhri
bertugas sebagai koordinator pengumpul hadits. Hadits yang terkumpul pada saat
itu belum terklasifikasi berdasarkann bab, kualitas, dan sebagainya. Namun,
masih bercampur dalam satu buku kumpulan hadits-hadits Nabi yang disebut al-Jawami’.
Seiring tersebarnya Islam, maka perhatian penuh terhadap Hadits
mulai tampak. Lahirlah rumusan-rumusan kaidah yang berkaitan dengan hadits
seperti penerimaan hadits, kualisifikasi hadits dan lain-lain. Rumusan kaidah
inilah yang kemudian pada masa Tabi’ Tabi’in dibukukan ke dalam satu disiplin
ilmu yang disebut Ilmu hadits. Di samping kitab yang berkaitan dengan Ilmu
Hadits, kitab-kitab hadits Nabi juga mulai marak ditulis. Kitab-kitab ini yang
kemudian dijadikan kitab induk hadits Nabi.
Beberapa kitab induk hadits yang terkenal, yang akan menjadi
pembahasan kami adalah sebagi berikut:
§ Sunan Abi Dawud
§ Sunan
at-Tirmidzi
§ Sunan an-Nasa’i
§ Sunan Ibnu
Majah
§ Sunan ad-Darimy
Masing-masing
kitab ini memiliki karakteristik dan metode tersendiri dalam pengumpulan
hadits. Pada makalah ini, penulis mencoba menelaah apa yang ada di dalam kitab-kitab Sunan tersebut di atas.
B.
Rumusan Masalah
Setiap manusia dalam melakukan aktifitas sudah tentu mempunyai
maksud dan tujuan yang ingin dicapai, begitu pula dengan pembuatan makalah ini.
Makalah ini penulis buat dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah imam Tirmidzi, karakteristik
dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya?
2. Bagaimana sejarah imam Abu Daud, karakteristik
dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya?
3. Bagaimana sejarah imam An-Nasa’i,
karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya?
4. Bagaimana sejarah imam Ibnu Majah,
karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya?
5. Bagaimana sejarah imam ad-Darimy,
karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya?
C.
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sejarah imam Tirmidzi,
karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya
2. Mengetahui sejarah imam Abu Daud,
karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya
3. Mengetahui sejarah imam An-Nasa’i,
karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya
4. Mengetahui sejarah imam Ibnu Majah,
karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya
5. Mengetahui sejarah imam ad-Darimy,
karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sunan At-Tirmidzi
Biografi Imam at-Tirmidzi
Nama
lengkapnya adalah Muhammad bi Isa bin Saurah bin Musa bin adh-Dhahak
as-Sulami At-Tirmidzi Al-Imam Al-Alim
Al-Bari’. Beliau lahir pada tahun 210 Hijriyah di Tirmidz, suatu daerah yang
terletak di sebelah utara Iran.[1]Beliau
wafat di Turmudz pada akhir Rajab tahun 279 H (892 M).[2]
Ibnu
Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqat menyebutkan bahwa Imam At-Tirmidzi adalah
orang yang mengumpulkan, berkarya, mempelajari dan menghafal hadits. Kitab Jami’ karya At-Tirmidzi merupakan bukti
bahwa ia adalah seorang Imam yang hafidz dan ahli fiqih. Hanya saja kriterianya
dalam meriwayatkan hadits pada kitabnya lunak dan tidak mutasyaddid (ketat).[3]
Rihlah Beliau
Imam
At Tirmidzi keluar dari negrinya menuju ke Khurasan, Iraq dan Haramain dalam
rangka menuntut ilmu. Di sana beliau mendengar ilmu dari kalangan ulama yang
beliau temui, sehingga dapat mengumpulkan hadits dan memahaminya. Akan tetapi
sangat di sayangkan beliau tidak masuk ke daerah Syam dan Mesir, kalau
sekiranya beliau mengadakan perjalanan ke sana,
niscaya beliau akan mendengar langsung dari ulama-ulama tersebut, seperti
Hisyam bin ‘Ammar dan semisalnya.
Beliau masuk ke Baghdad setelah meninggalnya Imam Ahmad
bin Hanbal, dan ulama-ulama yang lain. Setelah pengembaraannya, imam At Tirmidzi kembali ke negrinya,
kemudian beliau masuk Bukhara danNaisabur, dan beliau tinggal
di Bukhara beberapa saat.
Karakteristik Kitab Sunannya
Kitab Sunan al-Turmudzi memuat 3.956 buah hadis,
tanpa pengulangan hadis. Akan tetapi dengan pengulangan atau berdasarkan nomor urut,
Sunan al-Turmudzi memuat 4.107 buah hadis. Sunan al-Turmudzi mempunyai beberapa
kelebihan, di antara kelebihannya adalah setiap hadis yang terdapat dalam kitab
tersebut dijelaskan kualitasnya.
Di dalam Sunan al-Turmudzi, kualitas hadits dibagi
menjadi 3 tingkatan, yaitu: sahih, hasan, dan da’if. Sedangkan sebelumnya,
kualitas hadis hanya dua tingkatan, yaitu sahih dan hasan.[4]
Klasifikasi hadis dalam Sunan
al-Turmudzi adalah sebagai berikut:
a.
Pembagian hadis dari segi sumber
ide
1).
Hadis qudsi 55 buah,
2). Hadis Nabawi 3901
buah.
b.
Pembagian hadis dari segi kuantitas sanad
1).
Hadis mutawatir 309
buah, 2). Hadis ahad
3647 buah.
c.
Pembagian hadis dari segi penyandaran berita
1).
Hadis marfu’ 3736
buah, 2). Hadis mawquf
84 buah, 3). Hadis maqtu’
16 buah, dari 3891 buah hadis dalam Sunan
al-Turmudzi.
d.
Pembagian hadis dari segi sanad
1).
Hadis Ta’liq 880
buah, 2). Hadis irsal
117 buah, 3). Hadis inqita’
209 buah.
e.
Pembagian hadis dari segi kebersambungan sanad
Metodologi yang digunakan dalam Sunan Tirmidzi
Penamaan kitab ini dinisbatkan atau disandarkan pada
nama beliau yaitu at Tirmidzi. Ada beragam sebutan untuk kitab beliau ini,
diantaranya: “ Al Jami’ as Sohihain”, “Jami’ at Tirmidzi”, “
Sunan at Tirmidzi”, “ Al Hakim” sebutan dari Abu Abdullah al Khotib al
Baghdadi, “As Sohih”[6]. Dari nama-nama diatas, yang lebih popular
adalah nama yang pertama atau Al Jami’[7].
Penyebutan As Sohih atau Shohih Tirmidzi kurang
begitu sesuai, sebab dalam kitab ini terdapat hadits yang dikategorikan dha’if.
Menurut al Hafidz Abi al Fadl Muhammad bin Tohir al
Qoisaroni dalam kitabnya Al Mausum bi madzhabi al A’immah fi tashihi al
hadits, kitab imam Tirmidzi terbagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Bagian Sohih, yaitu hadits yang
disepakati oleh imam Bukhori dan imam Muslim.
2. Bagian dengan syarat selain imam Bukhori
dan imam Muslim, yaitu Abu Dawud, an Nasa’I dan Ibnu Majah.
3. Bagian lain untuk perbandingan, maka
imam Tirmidzi menjelaskan kecacatannya.
4. Bagian hadits yang diamalkan oleh para
ahli fiqih[8].
Imam Tirmidzi dalam kitab Jami’nya telah
mengumpulkan antara hadits dan atsar, fiqh dan pemikiran yang mudah difahami
(tidak menggunakan ibarat yang sulit). Abu Isma’il Abdullah bin Muhammad al
Anshori menilai bahwa kitab imam Tirmidzi lebih bermanfaat di kalangan
masyarakat daripada kitab imam Bukhori dan imam Muslim. Sebab mayoritas orang bisa
mengambil faedah dari isi yang terkandung di dalam Jami’nya. Lain halnya dengan
kitab imam Bukhori dan Muslim yang hanya tersebar secara luas saja.
Hadits yang berada dalam kitab ini, disusun
berdasarkan bab-bab fiqh. Hal ini menunjukkan bahwa beliau tidak hanya ahli
hadits, namun juga ahli fiqh[9].
Imam Tirmidzi juga mengurutkan isi kitab Jami’nya dengan mengikuti cara imam
Muslim dalam beberapa karyanya. Yaitu dengan menyebutkan judul utama secara
global, seperti أبواب الطّهارة kemudian
membagi menjadi beberapa cabang dengan menyertakan kata باب. Contoh:
§ باب ما جاء أنّ الماء لا ينجّسه شيئ
§ باب ما جاء في مصاحفة الجنب
Imam Tirmidzi –rahimahullah- menyusun kitab Jami’nya
berdasarkan dengan bab-bab fiqih. Beliau menjelaskan derajat shahih, hasan,
atau dla’if setiap hadits pada tempatnya masing-masing dan menjelaskan sisi
kelemahannya. Beliau juga menjelaskan ulama yang beliau ambil pendapatnya baik
dari kalangan sahabat atau selainnya. Di akhir kitab tersebut, beliau menyusun
sebuah kitab yang membahas tentang ilmu ’ilal dan di dalamnya beliau
mengumpulkan berbagai faedah yang penting.
Dalam kitab ini terdapat berbagai faedah dalam bidang fiqih
dan hadits yang tidak ada dalam kitab yang lain. Para ulama dari Hijaz, ‘Iraq
dan Khurasan menilainya sebagai kitab yang bagus tatkala penyusunnya
menyodorkan kitab ini kepada mereka. Kitab Jami’ atau Sunan Tirmidzi dianggap
sangat penting, lantaran kitab ini betul-betul memperhatikan ta’lil (penentuan
nilai) hadits dengan menyebutkan secara eksplisit hadits yang sahih[10].
Itu sebabnya kitab ini menduduki peringkat ke-empat dalam urutan kutub at tis’ah.
Sedangkan menurut Hajji Khalfah penulis buku Kasyf azZunun, kitab Jami’
Imam Tirmidzi berada pada tingkat ketiga dalam hierarki kutub at Tis’ah.
B.
Sunan Abu Daud
Biografi Abu Daud
Menurut Ibnu Abi Hatim sebagaimana yang
dikutip oleh Syaikh Ahmad Farid dalam bukunya 60 biografi ulama salaf, nama
lengkap Abu Daud adalah Sulaiman bin al-Asy’ats bin Syidad bin Amr bin Amir. Sedangkan menurut al-Khatib al-Baghdadi, namanya adalah Sulaiman
bin al-Asy’ats bin Syidad bin Amr bin Imran.[11]Beliau
lahir pada tahun 202 Hijriya (817 M).
Beliau
adalah seorang imam yang terkemuka dan pioner di masanya. Selain
wira’i, dia juga salah satu ulama yang melahirkan karya dalam bidang hadits.
Beliau bermadzhab salaf, mengikuti sunnah dan tidak mau masuk ke dalam
pembicaraan-pembicaraan yang memojok-mojokan pihak-pihak tertentu. Beliau telah
melakukan rihlah ke Mesir, Hijaz, Syam, Irak, dan Khurasan.Beliau telah menulis
hadits di Khurasan sebelum bertolak menuju Irak dan Hirah.[12] Beliau
wafat pada tanggal 16 Syawal tahun 275 Hijriyah (889 M) di Bashrah.[13]
Rihlah Beliau
Dengan motivasi dan semangat yang tinggi serta kecintaan beliau
sejak kecil terhadap ilmu-ilmu hadits, maka beliau mengadakan perjalanan
(Rihlah) dalam mencari ilmu sebelum genap berusia 18 tahun. Adapun negri-negri islam
yang beliau kunjungi adalah: Iraq; Baghdad merupakan daerah islam yang
pertama kali beliau masuki, yaitu pada tahun 220 hijriah, Kufah; beliau kunjungi
pada tahun 221 hijriah, Bashrah; beliau tinggal di sana dan banyak mendengar
hadits di sana, kemudian keluar dari sana dan kembali lagi setelah itu, Syam;
Damsyiq, Himsh dan Halb, Al-Jazirah; masuk ke daerah Haran, dan mendengar
hadits dari penduduknya, Hijaz; mendengar hadits dari penduduk Makkah,
kemungkinan besar saat itu perjalanan beliau ketika hendak menunaikan ibadah
haji, Mesir, Khurasan; Naisabur dan Harrah, dan mendengar hadits dari
penduduk Baghlan, Ar-Ray, Sijistan; tempat tinggal asal beliau,
kelaur dari sana kemudian kembali lagi, kemudian keluar menuju ke Bashrah.
Karakteristik Kitab Sunannya
Kitab sunan Abu Dawud memuat 4.800 buah hadis dengan
periwayatan secara berulang atau 4590 tanpa berulang. Menurut pengakuan Abu
Dawud, bahwa hadis dalam susunannya ada tiga tingkatan kualitasnya, yaitu hadis
sahih, hadis semi sahih, dan yang mendekati sahih (dalam istilah al-Turmudzi hadis
hasan). Tetapi kenyataannya, Sunan Abu Dawud selain memuat hadis sahih dan hasan
juga memuat hadis da’if, bahkan menurut Ibnu Jawzi di dalam Sunan Abu Dawud ada
Sembilan hadis mawdu’. Kritikan Ibnu Jawzi tersebut dibantah oleh al-Suyuthi melalui
kitabnya, al-Qawl al-hasan.
Klasifikasi hadis dalam Sunan
Abu Dawud adalah sebagai berikut:
a.
Pembagian hadis dari segi sumber
ide
1).
Hadis qudsi 15 buah
2).
Hadis Nabawi 4575
buah
b.
Pembagian hadis dari segi kuantitas sanad
1).
Hadis mutawatir 378 buah
2).
Hadis ahad 4212 buah
c.
Pembagian hadis dari segi penyandaran berita
1).
Hadis Marfu’ 4332
buah
2).
Hadis mawquf 163 buah
3).
Hadis maqtu’ 80 buah,
dari 4590 buah hadis dalam Sunan
Abu Dawud
d.
Pembagian hadis dari segi sanad
1).
Hadis ta’liq 509 buah
2).
Hadis irsal 69 buah
3).
Hadis inqita’ 93 buah
e.
Pembagian hadis dari segi kebersambungan sanad
1).
Sanad hadis yang
bersambung 4428 buah
Metodologi yang digunakan dalam Sunan Abu Daud
Metode Abu Dawud dalam
Penyusunan Sunan-nya
Karya-karya di bidang
hadith, kitab-kitab Jami’ Musnad dan sebagainya disamping berisi hadith-hadith hukum,
juga memuat hadith-hadith yang berkenaan dengan amal-amal yang terpuji (fada’il
a’mal) kisah-kisah, nasehat-nasehat (mawa’iz), adab dan tafsir. Cara demikian
tetap berlangsung sampai datang Abu Dawud. Maka Abu Dawud menyusun kitabnya,
khusus hanya memuat hadith-hadith hukum dan sunnah-sunnah yang menyangkut
hukum. Ketika selesai menyusun kitabnya itu kepada Imam Ahmad bin Hanbal, dan
Ibn Hanbal memujinya sebagai kitab yang indah dan baik.
Abu Dawud dalam
sunannya tidak hanya mencantumkan hadith-hadith shahih semata sebagaimana yang
telah dilakukan Imam Bukhari dan Imam Muslim, tetapi ia memasukkan pula
kedalamnya hadith shahih, hadith hasan, hadith dha’if yang tidak terlalu lemah
dan hadith yang tidak disepakati oleh para imam untuk ditinggalkannya. Hadith-hadith
yang sangat lemah, ia jelaskan kelemahannya.
Cara yang ditempuh
dalam kitabnya itu dapat diketahui dari suratnya yang ia kirimkan kepada
penduduk Makkah sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan mereka mengenai
kitab Sunannya. Abu Dawud menulis sbb: “Aku mendengar dan menulis hadith
Rasulullah SAW sebanyak 500.000 buah. Dari jumlah itu, aku seleksi sebanyak
4.800 hadith yang kemudian aku tuangkan dalam kitab Sunan ini. Dalam kitab
tersebut aku himpun hadith-hadith shahih, semi shahih dan yang mendekati
shahih. Dalam kitab itu aku tidak mencantumkan sebuah hadith pun yang telah
disepakati oleh orang banyak untuk ditinggalkan. Segala hadith yang mengandung
kelemahan yang sangat ku jelaskan, sebagai hadith macam ini ada hadith yang
tidak shahih sanadnya. Adapun hadith yang tidak kami beri penjelasan sedikit
pun, maka hadith tersebut bernilai salih (bias dipakai alasan, dalil), dan
sebahagian dari hadith yang shahih ini ada yang lebih shahih daripada yang
lain. Kami tidak mengetahui sebuah kitab, sesudah Qur’an, yang harus dipelajari
selain daripada kitab ini. Empat buah hadith saja dari kitab ini sudah cukup
menjadi pegangan bagi keberagaman tiap orang.
C.
Sunan An-Nasa’i
Biografi Imam An-Nasa’i
Nama lengkapnya adalah Abu Abdirrahman Ahmad bin Syuaib
bin Ali bin Sinan bin Bahr Al-Khurasani An-Nasa’i. Nama imam An-Nasa’i
dinisbatkan kepada nama sebuah daerah bernama Nasa’ di wilayah Khurasan yang
disebut juga dengan Nasawi. Beliau lahir pada tahun 215 H. Ada pula yang mengatakan tahun 214 [15].
Beliau meninggal dunia di Makkah pada bulan Sya’ban tahun 303 H dan dikuburkan
di tempat antara Shafa dan Marwa.[16] Seorang
muhaddits putra Nasa yang pintar, wira’i, hafidz, dan taqwa ini, meilih negara
Mesir sebagai tempat untuk bermukim dalam menyiarkan hadits-hadits kepada
masyarakat. Menurut sebagian para Muhadditsin, beliau lebih hafidz dari Imam
Muslim.[17]
Rihlah Beliau
Imam Nasa`i mempunyai lawatan ilmiah cukup luas, beliau
berkeliling kenegri-negri Islam, baik di timur maupun di barat, sehingga beliau
dapat mendengar dari banyak orang yang mendengar hadits dari para hafizh dan
syaikh.Di antara negri yang beliau kunjungi adalah sebagai berikut;Khurasan,
Iraq; Baghdad, Kufah dan Bashrah, Al-Jazirah; yaitu Haran, Maushil dan
sekitarnya, Syam, Perbatasan; yaitu perbatasan wilayah negri islam dengan
kekuasaan Ramawi, Hijaz, Mesir.[18]
Karakteristik Kitab Sunannya
Al-Nasai mempunyai dua sunan, yaitu sunan
al-sugra dan sunan al-kubra. Sunan al-sugra merupakan revisi dari sunan al-kubra. Sunan al-kubra selain membuat hadis
sahih juga memuat hadis hasan dan yang mendekati kualitas keduanya.
Klasifikasi hadis dalam Sunan
al-Nasai adalah sebagai berikut:
a.
Pembagian hadis dari segi sumber
ide
1).
Hadis qudsi 25 buah,
2). Hadis nabawi 5673
buah.
b.
Pembagian hadis dari segi kuantitas sanad
1).
Hadis mutawatur 846
buah, 2). Hadis ahad
4816 buah.
c.
Pembagian hadis dari segi penyandaran berita
1).
Hadis marfu’ 5354
buah, 2).Hadis mawquf 214
buah, 3).Hadis maqtu’ 69 buah,
dari 5662 buah hadis dalam Sunan al-Nasai.
d.
Pembagian hadis dari segi sanad
1).
Hadis ta’liq 20 buah,
2). Hadis irsal 75 buah,
3). Hadis inqita’ 74
buah.
e.
Pembagian hadis dari segi kebersambungan sanad
Metodologi yang digunakan dalam Sunan An-Nasa’i
metode penyusunan kitab hadis berdasarkan klasifikasi
hukum Islam (abwab alfiqhiyyah) dan hanya mencantumkan hadis-hadis yang
bersumber dari Nabi Muhammad SAW saja (hadis marfu’). Bila terdapat hadis-hadis
yang bersumber dari sahabat (mauquf) atau tabi’in (maqtu’), maka relatif
jumlahnya hanya sedikit. Berbeda dengan kitab muwatta’; dan mushannif yang
banyak memuat hadis-hadis mauquf dan maqtu’;, meskipun metode penyusunannya
sama dengan kitab sunan. Di antara kitab sunan yang populer, selain sunan
al-Nasa’i adalah Sunan Abu Dawud al-Sijistani (w. 275 H), dan Ibn Majah al-
Qazwini (w. 275 H). Imam Syafi’i (w. 204 H) juga menyusun kitab sunan, akan
tetapi tidak banyak disebut-sebut oleh ulama hadis.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditegaskan bahwa
Kitab Sunan al-Nasa’i (kitab al-Mujtaba’) disusun dengan metode yang sangat
unik dengan memadukan antara fiqih dengan kajian sanad. Hadis-hadisnya disusun
berdasarkan bab-bab fiqih sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dan untuk
setiap bab diberi judul yang kadangkadang mencapai tingkat keunikan yang
tinggi. Ia mengumpulkan sanad-sanad suatu hadis di satu tempat. Kemudian dapat
ditegaskan juga bahwa Imam al-Nasa’i tampaknya dalam penyusunan kitabnya ini
hanya mengkhususkan hadis-hadis sunah (marfu’) dan yang berbicara tentang hukum
dan tidak dimasukkan di dalamnya yang berkaitan dengan khabar, etika dan
mau’izah-mau’izah, hal ini dikarenakan kitab ini merupakan pilihan berupa
hadis-hadis hukum dari kitab beliau yang lain, yaitu al-Sunan al-Kubra.
D.
Sunan Ibnu Majah
Biografi Ibnu Majah
Ibnu Majah adalah nama nenek moyang yang berasal dari
kota Qazwin, salah satu kota di Iran. Nama
lengkap imam hadits yang terkenal dengan sebutan neneknya ini ialah Abu
‘Abdillah bin Yazid Ibnu Majah. Beliau lahir di Qazwin pada tahun 207 H (824
M). Beliau wafat pada hari selasa di bulan Ramdhan tahun 273 H (887 M).[20]
Rihlah Beliau
Ibnu Majah meniti jalan ahli ilmu pada zaman tersebut,
yaitu mengadakan rihlah dalam rangka menuntut ilmu.Maka beliau pun keluar
meninggalkan negrinya untuk mendengar hadits dan menghafal ilmu. Berkeliling mengitari negri-negri islam yang menyimpan mutiara
hadits. Bakat dan minatnya di bidang Hadis makin besar.Hal inilah yang membuat
Ibnu Majah berkelana ke beberapa daerah dan negri guna mencari, mengumpulkan,
dan menulis Hadis. Di antara negri yang telah ia kunjungi, antara lain:
Khurasan; Naisabur dan yang lainnya, Ar Ray, Iraq; Baghdad, Kufah, Wasith dan
Bashrah, Hijaz; Makkah dan Madinah, Syam; Damaskus dan Himsh, dan Mesir.[21]
Karakteristik Kitab Sunannya
Kitab sunan Ibn Majah 4.341 buah hadis, 3002
dari jumlah hadis tersebut sudah termuat dalam kutub al-Khamsah .Sunan Ibn Majah
terdiri dari 32 kitab (bagian) dan 1.500
bab. Kitab ini disusun berdasarkan sistematika fiqh. Dilihat dari segi kualitas
hadis, kitab ini menghimpun hadis shahih, hasan, da’if, dan maudu’. Menurut
al-Mizzi, hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah secara sendirian , yang tidak terdapat
dalam kutub al-Khamasah semuanya da’if.
Klasifkasi hadis dalam Sunan Ibnu Majah adalah sebagai berikut:
a.
Pembagian hadis dari segi sumber
ide
1).
Hadis qudsi 26 buah,
2).
Hadis nabawi 4306
buah.
b.
Pembagian hadis dari segi kuantitas sanad
1).
Hadis mutawatir
345 buah.
2).
Hadis ahad 3987 buah.
c.
Pembagian hadis dari segi penyandaran berita
1).
Hadis marfu’ 4223
buah
2).
Hadis mawquf 82 buah
3).
Hadis muqati’ satu buah,
dari 4332 buah hadis dalam sunan IbnMajah
d.
Pembagian hadis dari segi sanad
1).
Hadis ta’liq 5 buah
2).
Hadis irsal 9 buah
3).
Hadis inqita’ 87 buah
e.
Pembagian hadis dari segi kebersambungan sanad
1).
Sanad hadis yang
bersambung 4236 buah
Metodologi yang digunakan dalam Sunan Ibnu Majah
Kalau kita berbicara seputar metodologi yang dianut oleh
imam Ibnu Majah dalam pengumpulan dan penyusunan hadits, maka seyogianyalah
kita untuk mengulas dan menilik lebih lanjut dari metode sang imam dalam
menyusun kitab “Sunan Ibnu Majah”. Karena buku yang digunakan sebagai salah
satu referensi bagi umat Islam ini adalah buku unggulan beliau yang populer
sepanjang sekte kehidupan. Walaupun beliau sudah berusaha untuk
menghindarkannya dari kesalahan penulisan, namun sayang masih terdapat juga
hadits-hadits yang dho’îf bahkan maudû’ di dalamnya.
Dalam menulis buku Sunan ini, beliau memulainya terlebih
dahulu dengan mengumpulkan hadits-hadits dan menyusunnya menurut kitab atau
bab-bab yang berkenaan dengan masalah fiqih, hal ini seiring dengan metodologi
para muhadditsîn yang lain. Setelah menyusun hadits tersebut, imam Ibnu Majah
tidak terlalu memfokuskan ta’lîqul Al-Hadits yang terdapat pada kitab-kitab
fikih tersebut, atau boleh dikatakan beliau hanya mengkritisi hadits-hadits
yang menurut hemat beliau adalah penting. Seperti kebanyakan para penulis
kitab-kitab fikih yang lain, dimana setelah menulis hadits mereka memasukkan
pendapat para ulama fâqih setelahnya, namun dalam hal ini Ibnu Majah tidak
menyebutkan pendapat para ulama fâqih setelah penulisan hadits. Sama halnya
dengan imam Muslim, imam Ibnu Majah ternyata juga tidak melakukan pengulangan
hadits berulang kali kecuali hanya sebahagian kecil saja dan itu penting
menurut beliau. Ternyata kitab Sunan ini tidak semuanya
diriwayatkan oleh Ibnu Majah seperti perkiraan orang banyak selama ini, tapi
pada hakikatnya terdapat di dalamnya beberapa tambahan yang diriwayatkan oleh
Abu Al-Hasan Al-Qatthany yang juga merupakan periwayat dari “Sunan Ibnu Majah”.
Persepsi ini juga sejalan pada “Musnad Imam Ahmad”, karena banyak orang yang
menyangka bahwa seluruh hadits di dalamnya diriwayatkan seluruhnya oleh beliau,
akan tetapi sebahagian darinya ada juga yang diriwayatkan oleh Abdullah bin
Imam Ahmad dan sebahagian kecil oleh Al-Qathî’î, namun imam Abdullah lebih
banyak meriwayatkan dibanding dengan Al-Qathî’î. Namun dalam pembahasan kali
ini kita kita tidak berbicara banyak seputar “Musnad Imam Ahmad”, karena
biografi dan metodologi beliau telah diulas pada diskusi sebelumnya.
Ketika Al-Hasan Al-Qatthâny mendapatkan hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Sya’bah dengan perantara perawi lainnya, dan
pada hadits yang sama juga beliau mendapatkan perawi selain gurunya Ibnu Majah,
maka hadits ini telah sampai pada kategori hadits Uluwwu Al-Isnâd meskipun
beliau hanya sebatas murid dari sang imam Ibnu Majah, namun derajatnya sama
dengan gurunya dalam subtansi Uluwwu Al-Hadîts tersebut, ada juga berhasil
disusun oleh sang imam dengan uraian sebanyak 32 kitab menurut Zahaby, dan 1.
500 bab menurut Abu Al-Hasan Al-Qatthâny serta 4000 hadits.
E.
Sunan Ad-Darimy
Biografi Ad-Darimy
Nama lengkapnya adalah Abdurrahman ibn Abdirrahman ibn
al-Fadhl ibn Bahram ibn Abdis Shamad.Kunyahnya adalah Abu Muhammad. Ia juga
dinisbahkan kepada At-Tamimiy, yaitu qabilah dimana ia bernaung, juga
dinisbahkan dengan Ad-Darimi, yaitu nisbah kepada Darim ibn Malik dari Bani
Tamim. Di samping itu,
ia juga dinisbahkan dengan As-Samarkandi,
yaitu tempatdimana ia lahir dan bertempat tinggal. Samarkandi adalah suatu
daerah di seberang sungai di wilayah Irak.Ia di lahirkan pada tahun 181 H, Ada
juga yang berpendapat bahwa beliau lahir pada tahun 182 H.[23]
Rihlah Beliau
Rihlah dalam rangka menuntut ilmu merupakan bagian yang
sangat mencolok dan sifat yang paling menonjol dari tabiat para ahlul hadits,
karena terpencarnya para pengusung sunnah dan atsar di berbagai belahan negri
islam yang sangat luas. Maka Imam ad-Darimi pun tidak ketinggalan dengan meniti
jalan pakar disiplin ilmu ini.Diantara negri yang pernah beliau singgahi
adalah;Khurasan, Iraq, Baghdad, Kufah, Wasith, Bashrah,
Syam; Damaskus, Himash dan Shur,Jazirah, Hijaz; Makkah dan Madinah.[24]
Karakteristik Kitab Sunannya
Kitab hadis karya
al-Darimi berjudul “al-hadis al-musnad al-marfu’ wa al-mauquf wa al-maqtu’ ”,
kitab ini disusun dengan menggunakan sistematika penyusunan berdasarkan pada
bab-bab fikih. Sehingga
karenanya kitab hadis ini lebih popular dengan “Sunan al-Darimi”.
Kitab ini berisi hadis-hadis yang marfu’,
mauquf, dan maqtu’. Bagian terbesar dari hadis-hadis yang terdapat dalam kitab
tersebut adalah hadis-hadis yang marfu’ ini pulalah yang menjadi sandaran utama
dalam mengemukakan hukum-hukum pada setiap babnya. [25]
ditengah-tengah mengemukakan beberapa hadis, terkadang al-Darimiy menjelaskan
pilihannya dari berbagai ikhtilaf di bidang fikih. Terkadang ia juga
menjelaskan makna lafal hadis yang gharib, sebagaimana ia juga menjelaskan
kandungan hadis. Ia terkadang juga menjelaskan cacat yang tersembunyi dalam suatu hadis yang ia kemukakan, tetapi
hal ini jarang sekali.[26]
Al-Darimi tidak menyatakan
secara eksplisit kriteria-kriteria tertentu yang ia pakai untuk menyaring
hadis-hadis yang ia masukkan ke dalam kitabnya tersebut. Begitu juga para ulama
belum ada yang mengemukakan secara komprehensif mengenai kriteria al-Darimiy
tersebut. Al-Hafidz al-‘Alai mengemukakan beberapa indikasi yang berkaitan
dengan kriteria al-Darimi dalam menyaring
hadis dalam kitabnya. Indikasi-insikasi tersebut menyebabkan al-‘Ala’I
lebih memilih Sunan al-Darimi sebagai kitab hadis yang keenam dari pada Sunan
Ibnu Majah, untuk melengkapi lima kitab hadis sumber primer yang standar (Sahih
al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan al-Tarmidzi, Sunan Abu Dawud dan Sunan
al-Nasai). [27]
Kitab karya
al-Darimi ini memiliki sistematika penyusunan yang baik, yang terangkai dalam
24 kitab, ratusan bab, ratusan bab, dan 3367 buah hadis. Dalam menyusun kitab,
al-Darimi tampaknya tidak berkehendak untuk memperbanyak jaur sanad, tetapi ia
lebih berkeinginan untuk menyusun suatu kitab yang ringkas. Dalam suatu bab, ia
hanya mengemukakan satu hadis atau dua hadis atau tiga hadis saja. Sangat
jarang sekali dijumpai dalam suatu bab yang didalamnya terdapat lebih dari tiga
buah hadis. Bila menginat kapasitas
al-Darimi nampaknya ia memang menyengaja hanya memasukan hadis-hadis
dengan kualifikasi yang tinggi dalam bab-babnya. Inilah alasan mengapa ia tidak
memasukan hadis-hadis mu’allaq ke dalam kitabnya. Hadis mu’allaq memang ada di
dalam kitab tersebut, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan tidak lebih dari 10
buah hadis. [28]
Al-Darimi tidak
banyak melakukan pemenggalan terhadap hadis, yaitu mengemukakan sebagian
lafalnya pada bab tertentu, dan mengemukakan sebagian lafalnya yang lain lagi
pada bab yang lain. Hal ini terjadi karena al-Darimi memang menyedikitkan
pengulangan penyebutan hadis dalam
kitabnya.
Pemenggalan
hadis terjadi, biasanya terjadi mengikuti sistematika bab-bab fikih. Dalam
suatu hadis terkadang berisi lebih dari
satu hokum tentang amalan sunnah yang berada dalam bab yang berbeda. Oleh
karenanya pemenggalan hadis dan pengulanagan hadis, menjadi suatu hal yang
tidak dapat dielakkan dalm penyusunan hadis, sebagai mana yang dilakukan oleh
Bukhari dalam menyusun Kitab Sahihnya. Akan tetapi hal ini tidak dilakukan oleh
al-Darimi. Walaupun memang di dalam kitab Sunan al-Darimi terdapat suatu hadis
yang lebih ringkas dari jalur rawi yang diriwayatkan oleh al-Darimi tidak
meriwayatkan hadis yang panjang tersebut. [29]
BAB IV
KESIMPULAN
Kitab Sunan al-Turmudzi memuat 3.956 buah hadis,
tanpa pengulangan hadis. Akan tetapi dengan pengulangan atau berdasarkan nomor urut,
Sunan al-Turmudzi memuat 4.107 buah hadis. Sunan al-Turmudzi mempunyai beberapa
kelebihan, di antara kelebihannya adalah setiap hadis yang terdapat dalam kitab
tersebut dijelaskan kualitasnya.
Kitab sunan Abu Dawud memuat 4.800 buah hadis dengan
periwayatan secara berulang atau 4590 tanpa berulang. Menurut pengakuan Abu
Dawud, bahwa hadis dalam susunannya ada tiga tingkatan kualitasnya, yaitu hadis
sahih, hadis semi sahih, dan yang mendekati sahih (dalam istilah al-Turmudzi hadis
hasan). Tetapi kenyataannya, Sunan Abu Dawud selain memuat hadis sahih dan hasan
juga memuat hadis da’if, bahkan menurut Ibnu Jawzi di dalam Sunan Abu Dawud ada
Sembilan hadis mawdu’. Kritikan Ibnu Jawzi tersebut dibantah oleh al-Suyuthi melalui
kitabnya, al-Qawl al-hasan.
Al-Nasai mempunyai dua sunan, yaitu sunan
al-sugra dan sunan al-kubra. Sunan al-sugra merupakan revisi dari sunan al-kubra. Sunan al-kubra selain membuat hadis
sahih juga memuat hadis hasan dan yang mendekati kualitas keduanya.
Kitab sunan Ibn Majah 4.341 buah hadis, 3002
dari jumlah hadis tersebut sudah termuat dalam kutub al-Khamsah .Sunan Ibn Majah
terdiri dari 32 kitab (bagian) dan 1.500
bab. Kitab ini disusun berdasarkan sistematika fiqh. Dilihat dari segi kualitas
hadis, kitab ini menghimpun hadis shahih, hasan, da’if, dan maudu’. Menurut
al-Mizzi, hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah secara sendirian , yang tidak terdapat
dalam kutub al-Khamasah semuanya da’if.
Kitab hadis karya al-Darimi berjudul “al-hadis al-musnad
al-marfu’ wa al-mauquf wa al-maqtu’ ”, kitab ini disusun dengan menggunakan
sistematika penyusunan berdasarkan pada bab-bab fikih. Sehingga karenanya kitab hadis ini lebih popular dengan “Sunan
al-Darimi”.
Kitab ini berisi hadis-hadis yang marfu’,
mauquf, dan maqtu’. Bagian terbesar dari hadis-hadis yang terdapat dalam kitab
tersebut adalah hadis-hadis yang marfu’ ini pulalah yang menjadi sandaran utama
dalam mengemukakan hukum-hukum pada setiap babnya. Ditengah-tengah mengemukakan beberapa hadis,
terkadang al-Darimiy menjelaskan pilihannya dari berbagai ikhtilaf di bidang
fikih. Terkadang ia juga menjelaskan makna lafal hadis yang gharib, sebagaimana
ia juga menjelaskan kandungan hadis. Ia terkadang juga menjelaskan cacat yang
tersembunyi dalam suatu hadis yang ia
kemukakan, tetapi hal ini jarang sekali.
BAB V
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan para
pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan
kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena kami hanyalah manusia
biasa yang tak luput dari kesalahan dan kami juga sangat mengharapkan saran dan
kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari
kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Bustamin,
Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin Syarif
Hidayatullah, 2010)
Rahman,
fathur, ikhtisar musthalahul hadits, PT.AL Ma`arif 2000.
Syaikh
Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf
Muhammad
bin ‘Alwi al Maliki, Al Manhal al Latif fi Ushul al Hadits, (Surabaya:
Dar ar Rahmah)
Zeid
B. Smeer, Ulumul Hadits Pengantar Studi Hadits Praktis, (Malang: UIN
Malang Press), 2008.
Suyuthi
Abd Manas, Isma’il Abdullah, Manahijul Muhadditsin, (Malasyia: Al
Jami’ah al Islamiyah al ‘Alamiyah), 2006
[4]
Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin
Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 68.
[5]
Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin
Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 69.
[6]Muhammad bin
‘Alwi al Maliki, Al Manhal al Latif fi Ushul al Hadits, (Surabaya: Dar
ar Rahmah), 132.
[7]Zeid B. Smeer, Ulumul
Hadits Pengantar Studi Hadits Praktis, (Malang: UIN Malang Press), 2008,
117.
[8]Suyuthi Abd
Manas, Isma’il Abdullah, Manahijul Muhadditsin, (Malasyia: Al Jami’ah al
Islamiyah al ‘Alamiyah), 2006,hlm. 88.
[9]Muhammad bin
Shalih al Utsaimin, Musthalah Hadits, (Media hidayah), 2008, 109.
[10]Muhammad bin
‘Alwi al Maliki, Al Manhal al Latif fi Ushul al Hadits, (Surabaya: Dar
ar Rahmah), 133.
[11]
Dikatakan bahwa kakek Imam Abu Dawud yang bernama Imran adalah salah seorang
yang berjuang bersama Ali bin Abi Thalib dalam perang Siffin
[12]Syaikh
Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, hlm. 530-532
[13]Halaman
540
[14]
Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin
Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 71-72
[17]Fatchur
Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, hlm. 383
[18]http://www.lidwa.com/category/blog/biografi-imam-hadits/
[19]
Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin
Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 73-74
[20]FatchurRahman,
Ikhtisar Musthalahul Hadits, hlm. 384-385
[22]
Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin
Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 76-77
[24] http://www.lidwa.com/category/blog/biografi-imam-hadits/
[25]
Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin
Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 82
[26]
Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin
Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 83
[27]
Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin
Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 88
[28]
Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin
Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 84
[29]
Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin
Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 85
Tidak ada komentar:
Posting Komentar