Minggu, 02 Desember 2018

Etimologi Hadist Nabawy


A.    Latar Belakang
Hadits Nabawi adalah sumber kedua setelah al Quran yang diikuti oleh Ijma’ dan juga Qiyas. Hadits tak bisa dipungkiri memiliki peranan yang urgent sebagai sumber terhadap hukum-hukum Islam. Al Quran bisa difahami dan didekati melalui hadits sehingga hadits berperan sebagai Mubayin, Muqoyyid, Muwaddih al Musykil, Nasikh dan lain-lain bagi al-Qur’an.
Pada masa Rasulullah hidup hadits hanya diriwayatkan secara lisan tanpa menggunakan tulisan. Sebab saat itu jika hadits ditulis dihawatirkan redaksi-redaksinya tercampur dengan ayat al Quran. Meskipun demikian, ada beberapa sahabat yang tetap menulis redaksi hadits untuk kepentingan pribadinya bukan rujukan umum. Sebut saja Abdullah ‘Amr bin al-‘Ash.
Setelah Rasulullah wafat, dan banyak para sahabat penghafal hadits yang meninggal. Khalifah Umar bin Abdul Aziz mulai merasa hawatir dan prihatin terhadap hadits yang belum sepenuhnya ditulis. Kehawatiran inilah yang menjadi langkah awal untuk pengkodifikasian hadits. Muhammad bin Syihab al-Zuhri bertugas sebagai koordinator pengumpul hadits. Hadits yang terkumpul pada saat itu belum terklasifikasi berdasarkann bab, kualitas, dan sebagainya. Namun, masih bercampur dalam satu buku kumpulan hadits-hadits Nabi yang disebut al-Jawami’.

Seiring tersebarnya Islam, maka perhatian penuh terhadap Hadits mulai tampak. Lahirlah rumusan-rumusan kaidah yang berkaitan dengan hadits seperti penerimaan hadits, kualisifikasi hadits dan lain-lain. Rumusan kaidah inilah yang kemudian pada masa Tabi’ Tabi’in dibukukan ke dalam satu disiplin ilmu yang disebut Ilmu hadits. Di samping kitab yang berkaitan dengan Ilmu Hadits, kitab-kitab hadits Nabi juga mulai marak ditulis. Kitab-kitab ini yang kemudian dijadikan kitab induk hadits Nabi.
Beberapa kitab induk hadits yang terkenal, yang akan menjadi pembahasan kami adalah sebagi berikut:
§  Sunan Abi Dawud
§  Sunan at-Tirmidzi
§  Sunan an-Nasa’i
§  Sunan Ibnu Majah
§  Sunan ad-Darimy
Masing-masing kitab ini memiliki karakteristik dan metode tersendiri dalam pengumpulan hadits. Pada makalah ini, penulis mencoba menelaah apa yang ada di dalam kitab-kitab Sunan tersebut di atas.
B.     Rumusan Masalah
Setiap manusia dalam melakukan aktifitas sudah tentu mempunyai maksud dan tujuan yang ingin dicapai, begitu pula dengan pembuatan makalah ini. Makalah ini penulis buat dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:
1.      Bagaimana sejarah imam Tirmidzi, karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya?
2.      Bagaimana sejarah imam Abu Daud, karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya?
3.      Bagaimana sejarah imam An-Nasa’i, karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya?
4.      Bagaimana sejarah imam Ibnu Majah, karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya?
5.      Bagaimana sejarah imam ad-Darimy, karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui sejarah imam Tirmidzi, karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya
2.      Mengetahui sejarah imam Abu Daud, karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya
3.      Mengetahui sejarah imam An-Nasa’i, karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya
4.      Mengetahui sejarah imam Ibnu Majah, karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya
5.      Mengetahui sejarah imam ad-Darimy, karakteristik dan metode yang digunakan dalam kitab sunannya













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sunan At-Tirmidzi
Biografi Imam at-Tirmidzi
Nama lengkapnya adalah Muhammad bi Isa bin Saurah bin Musa bin adh-Dhahak as-Sulami  At-Tirmidzi Al-Imam Al-Alim Al-Bari’. Beliau lahir pada tahun 210 Hijriyah di Tirmidz, suatu daerah yang terletak di sebelah utara Iran.[1]Beliau wafat di Turmudz pada akhir Rajab tahun 279 H (892 M).[2]
Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqat menyebutkan bahwa Imam At-Tirmidzi adalah orang yang mengumpulkan, berkarya, mempelajari dan menghafal hadits.  Kitab Jami’ karya At-Tirmidzi merupakan bukti bahwa ia adalah seorang Imam yang hafidz dan ahli fiqih. Hanya saja kriterianya dalam meriwayatkan hadits pada kitabnya lunak dan tidak mutasyaddid (ketat).[3]
Rihlah Beliau
Imam At Tirmidzi keluar dari negrinya menuju ke Khurasan, Iraq dan Haramain dalam rangka menuntut ilmu. Di sana beliau mendengar ilmu dari kalangan ulama yang beliau temui, sehingga dapat mengumpulkan hadits dan memahaminya. Akan tetapi sangat di sayangkan beliau tidak masuk ke daerah Syam dan Mesir, kalau sekiranya beliau mengadakan perjalanan ke sana, niscaya beliau akan mendengar langsung dari ulama-ulama tersebut, seperti Hisyam bin ‘Ammar dan semisalnya.
Beliau masuk ke Baghdad setelah meninggalnya Imam Ahmad bin Hanbal, dan ulama-ulama yang lain. Setelah pengembaraannya, imam At Tirmidzi kembali ke negrinya, kemudian beliau masuk Bukhara danNaisabur, dan beliau tinggal di Bukhara beberapa saat.
Karakteristik Kitab Sunannya
Kitab Sunan al-Turmudzi memuat 3.956 buah hadis, tanpa pengulangan hadis. Akan tetapi dengan pengulangan atau berdasarkan nomor urut, Sunan al-Turmudzi memuat 4.107 buah hadis. Sunan al-Turmudzi mempunyai beberapa kelebihan, di antara kelebihannya adalah setiap hadis yang terdapat dalam kitab tersebut dijelaskan kualitasnya.
Di dalam Sunan al-Turmudzi, kualitas hadits dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu: sahih, hasan, dan da’if. Sedangkan sebelumnya, kualitas hadis hanya dua tingkatan, yaitu sahih dan hasan.[4]
Klasifikasi hadis dalam Sunan al-Turmudzi adalah sebagai berikut:
a.       Pembagian hadis dari segi sumber ide
1). Hadis qudsi 55 buah, 2). Hadis Nabawi 3901 buah.
b.      Pembagian hadis dari segi kuantitas sanad
1). Hadis mutawatir 309 buah, 2). Hadis ahad 3647 buah.
c.       Pembagian hadis dari segi penyandaran berita
1). Hadis marfu’ 3736 buah, 2). Hadis mawquf 84 buah, 3). Hadis maqtu’ 16 buah, dari 3891 buah hadis dalam Sunan al-Turmudzi.
d.      Pembagian hadis dari segi sanad
1). Hadis Ta’liq 880 buah, 2). Hadis irsal 117 buah, 3). Hadis inqita’ 209 buah.
e.       Pembagian hadis dari segi kebersambungan sanad
1). Sanad hadis yang bersambung 3565 buah, 2). Sanad hadis yang tidak bersambung 326 buah.[5]
Metodologi yang digunakan dalam Sunan Tirmidzi
Penamaan kitab ini dinisbatkan atau disandarkan pada nama beliau yaitu at Tirmidzi. Ada beragam sebutan untuk kitab beliau ini, diantaranya: “ Al Jami’ as Sohihain”, Jami’ at Tirmidzi”, “ Sunan at Tirmidzi”, “ Al Hakim” sebutan dari Abu Abdullah al Khotib al Baghdadi, “As Sohih”[6].  Dari nama-nama diatas, yang lebih popular adalah nama yang pertama atau Al Jami’[7].
Penyebutan As Sohih atau Shohih Tirmidzi kurang begitu sesuai, sebab dalam kitab ini terdapat hadits yang dikategorikan dha’if.
Menurut al Hafidz Abi al Fadl Muhammad bin Tohir al Qoisaroni dalam kitabnya Al Mausum bi madzhabi al A’immah fi tashihi al hadits, kitab imam Tirmidzi terbagi menjadi empat macam, yaitu:
1.      Bagian Sohih, yaitu hadits yang disepakati oleh imam Bukhori dan imam Muslim.
2.      Bagian dengan syarat selain imam Bukhori dan imam Muslim, yaitu Abu Dawud, an Nasa’I dan Ibnu Majah.
3.      Bagian lain untuk perbandingan, maka imam Tirmidzi menjelaskan kecacatannya.
4.      Bagian hadits yang diamalkan oleh para ahli fiqih[8].
Imam Tirmidzi dalam kitab Jami’nya telah mengumpulkan antara hadits dan atsar, fiqh dan pemikiran yang mudah difahami (tidak menggunakan ibarat yang sulit). Abu Isma’il Abdullah bin Muhammad al Anshori menilai bahwa kitab imam Tirmidzi lebih bermanfaat di kalangan masyarakat daripada kitab imam Bukhori dan imam Muslim. Sebab mayoritas orang bisa mengambil faedah dari isi yang terkandung di dalam Jami’nya. Lain halnya dengan kitab imam Bukhori dan Muslim yang hanya tersebar secara luas saja. 
Hadits yang berada dalam kitab ini, disusun berdasarkan bab-bab fiqh. Hal ini menunjukkan bahwa beliau tidak hanya ahli hadits, namun juga ahli fiqh[9]. Imam Tirmidzi juga mengurutkan isi kitab Jami’nya dengan mengikuti cara imam Muslim dalam beberapa karyanya. Yaitu dengan menyebutkan judul utama secara global, seperti أبواب الطّهارة kemudian membagi menjadi beberapa cabang dengan menyertakan kata باب. Contoh:
§ باب ما جاء أنّ الماء لا ينجّسه شيئ
§ باب ما جاء في مصاحفة الجنب
Imam Tirmidzi –rahimahullah- menyusun kitab Jami’nya berdasarkan dengan bab-bab fiqih. Beliau menjelaskan derajat shahih, hasan, atau dla’if setiap hadits pada tempatnya masing-masing dan menjelaskan sisi kelemahannya. Beliau juga menjelaskan ulama yang beliau ambil pendapatnya baik dari kalangan sahabat atau selainnya. Di akhir kitab tersebut, beliau menyusun sebuah kitab yang membahas tentang ilmu ’ilal dan di dalamnya beliau mengumpulkan berbagai faedah yang penting.
Dalam kitab ini terdapat berbagai faedah dalam bidang fiqih dan hadits yang tidak ada dalam kitab yang lain. Para ulama dari Hijaz, ‘Iraq dan Khurasan menilainya sebagai kitab yang bagus tatkala penyusunnya menyodorkan kitab ini kepada mereka. Kitab Jami’ atau Sunan Tirmidzi dianggap sangat penting, lantaran kitab ini betul-betul memperhatikan ta’lil (penentuan nilai) hadits dengan menyebutkan secara eksplisit hadits yang sahih[10]. Itu sebabnya kitab ini menduduki peringkat ke-empat dalam urutan kutub at tis’ah. Sedangkan menurut Hajji Khalfah penulis buku Kasyf azZunun, kitab Jami’ Imam Tirmidzi berada pada tingkat ketiga dalam hierarki kutub at Tis’ah.
B.     Sunan Abu Daud
Biografi Abu Daud
Menurut Ibnu Abi Hatim sebagaimana yang dikutip oleh Syaikh Ahmad Farid dalam bukunya 60 biografi ulama salaf, nama lengkap Abu Daud adalah Sulaiman bin al-Asy’ats bin Syidad bin Amr bin Amir. Sedangkan menurut al-Khatib al-Baghdadi, namanya adalah Sulaiman bin al-Asy’ats bin Syidad bin Amr bin Imran.[11]Beliau lahir pada tahun 202 Hijriya (817 M).
Beliau adalah seorang imam yang terkemuka dan pioner di masanya. Selain wira’i, dia juga salah satu ulama yang melahirkan karya dalam bidang hadits. Beliau bermadzhab salaf, mengikuti sunnah dan tidak mau masuk ke dalam pembicaraan-pembicaraan yang memojok-mojokan pihak-pihak tertentu. Beliau telah melakukan rihlah ke Mesir, Hijaz, Syam, Irak, dan Khurasan.Beliau telah menulis hadits di Khurasan sebelum bertolak menuju Irak dan Hirah.[12] Beliau wafat pada tanggal 16 Syawal tahun 275 Hijriyah (889 M) di Bashrah.[13]
Rihlah Beliau
Dengan motivasi dan semangat yang tinggi serta kecintaan beliau sejak kecil terhadap ilmu-ilmu hadits, maka beliau mengadakan perjalanan (Rihlah) dalam mencari ilmu sebelum genap berusia 18 tahun. Adapun negri-negri islam yang beliau kunjungi adalah: Iraq; Baghdad merupakan daerah islam yang pertama kali beliau masuki, yaitu pada tahun 220 hijriah, Kufah; beliau kunjungi pada tahun 221 hijriah, Bashrah; beliau tinggal di sana dan banyak mendengar hadits di sana, kemudian keluar dari sana dan kembali lagi setelah itu, Syam; Damsyiq, Himsh dan Halb, Al-Jazirah; masuk ke daerah Haran, dan mendengar hadits dari penduduknya, Hijaz; mendengar hadits dari penduduk Makkah, kemungkinan besar saat itu perjalanan beliau ketika hendak menunaikan ibadah haji, Mesir, Khurasan; Naisabur dan Harrah, dan mendengar hadits dari penduduk Baghlan, Ar-Ray, Sijistan; tempat tinggal asal beliau, kelaur dari sana kemudian kembali lagi, kemudian keluar menuju ke Bashrah.
Karakteristik Kitab Sunannya
Kitab sunan Abu Dawud memuat 4.800 buah hadis dengan periwayatan secara berulang atau 4590 tanpa berulang. Menurut pengakuan Abu Dawud, bahwa hadis dalam susunannya ada tiga tingkatan kualitasnya, yaitu hadis sahih, hadis semi sahih, dan yang mendekati sahih (dalam istilah al-Turmudzi hadis hasan). Tetapi kenyataannya, Sunan Abu Dawud selain memuat hadis sahih dan hasan juga memuat hadis da’if, bahkan menurut Ibnu Jawzi di dalam Sunan Abu Dawud ada Sembilan hadis mawdu’. Kritikan Ibnu Jawzi tersebut dibantah oleh al-Suyuthi melalui kitabnya, al-Qawl al-hasan.
Klasifikasi hadis dalam Sunan Abu Dawud adalah sebagai berikut:
a.       Pembagian hadis dari segi sumber ide
1). Hadis qudsi 15 buah
2). Hadis Nabawi 4575 buah
b.      Pembagian hadis dari segi kuantitas sanad
1). Hadis mutawatir  378 buah
2). Hadis ahad 4212 buah
c.       Pembagian hadis dari segi penyandaran berita
1). Hadis Marfu’ 4332 buah
2). Hadis mawquf 163 buah
3). Hadis maqtu’  80 buah, dari 4590 buah hadis dalam Sunan Abu Dawud
d.      Pembagian hadis dari segi sanad
1). Hadis ta’liq 509 buah
2). Hadis irsal 69 buah
3). Hadis inqita’ 93 buah
e.       Pembagian hadis dari segi kebersambungan sanad
1). Sanad hadis yang bersambung 4428 buah
2). Sanad hadis yang tidak bersambung 162 buah[14]
Metodologi yang digunakan dalam Sunan Abu Daud
Metode Abu Dawud dalam Penyusunan Sunan-nya
Karya-karya di bidang hadith, kitab-kitab Jami’ Musnad dan sebagainya disamping berisi hadith-hadith hukum, juga memuat hadith-hadith yang berkenaan dengan amal-amal yang terpuji (fada’il a’mal) kisah-kisah, nasehat-nasehat (mawa’iz), adab dan tafsir. Cara demikian tetap berlangsung sampai datang Abu Dawud. Maka Abu Dawud menyusun kitabnya, khusus hanya memuat hadith-hadith hukum dan sunnah-sunnah yang menyangkut hukum. Ketika selesai menyusun kitabnya itu kepada Imam Ahmad bin Hanbal, dan Ibn Hanbal memujinya sebagai kitab yang indah dan baik.
Abu Dawud dalam sunannya tidak hanya mencantumkan hadith-hadith shahih semata sebagaimana yang telah dilakukan Imam Bukhari dan Imam Muslim, tetapi ia memasukkan pula kedalamnya hadith shahih, hadith hasan, hadith dha’if yang tidak terlalu lemah dan hadith yang tidak disepakati oleh para imam untuk ditinggalkannya. Hadith-hadith yang sangat lemah, ia jelaskan kelemahannya.
Cara yang ditempuh dalam kitabnya itu dapat diketahui dari suratnya yang ia kirimkan kepada penduduk Makkah sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan mereka mengenai kitab Sunannya. Abu Dawud menulis sbb: “Aku mendengar dan menulis hadith Rasulullah SAW sebanyak 500.000 buah. Dari jumlah itu, aku seleksi sebanyak 4.800 hadith yang kemudian aku tuangkan dalam kitab Sunan ini. Dalam kitab tersebut aku himpun hadith-hadith shahih, semi shahih dan yang mendekati shahih. Dalam kitab itu aku tidak mencantumkan sebuah hadith pun yang telah disepakati oleh orang banyak untuk ditinggalkan. Segala hadith yang mengandung kelemahan yang sangat ku jelaskan, sebagai hadith macam ini ada hadith yang tidak shahih sanadnya. Adapun hadith yang tidak kami beri penjelasan sedikit pun, maka hadith tersebut bernilai salih (bias dipakai alasan, dalil), dan sebahagian dari hadith yang shahih ini ada yang lebih shahih daripada yang lain. Kami tidak mengetahui sebuah kitab, sesudah Qur’an, yang harus dipelajari selain daripada kitab ini. Empat buah hadith saja dari kitab ini sudah cukup menjadi pegangan bagi keberagaman tiap orang.
C.    Sunan An-Nasa’i
Biografi Imam An-Nasa’i
Nama lengkapnya adalah Abu Abdirrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr Al-Khurasani An-Nasa’i. Nama imam An-Nasa’i dinisbatkan kepada nama sebuah daerah bernama Nasa’ di wilayah Khurasan yang disebut juga dengan Nasawi.  Beliau lahir pada tahun 215 H. Ada pula yang mengatakan tahun 214 [15]. Beliau meninggal dunia di Makkah pada bulan Sya’ban tahun 303 H dan dikuburkan di tempat antara Shafa dan Marwa.[16] Seorang muhaddits putra Nasa yang pintar, wira’i, hafidz, dan taqwa ini, meilih negara Mesir sebagai tempat untuk bermukim dalam menyiarkan hadits-hadits kepada masyarakat. Menurut sebagian para Muhadditsin, beliau lebih hafidz dari Imam Muslim.[17]
Rihlah Beliau
Imam Nasa`i mempunyai lawatan ilmiah cukup luas, beliau berkeliling kenegri-negri Islam, baik di timur maupun di barat, sehingga beliau dapat mendengar dari banyak orang yang mendengar hadits dari para hafizh dan syaikh.Di antara negri yang beliau kunjungi adalah sebagai berikut;Khurasan, Iraq; Baghdad, Kufah dan Bashrah, Al-Jazirah; yaitu Haran, Maushil dan sekitarnya, Syam, Perbatasan; yaitu perbatasan wilayah negri islam dengan kekuasaan Ramawi, Hijaz, Mesir.[18]
Karakteristik Kitab Sunannya
Al-Nasai mempunyai dua sunan, yaitu sunan al-sugra dan sunan al-kubra. Sunan al-sugra merupakan revisi dari sunan  al-kubra. Sunan al-kubra selain membuat hadis sahih juga memuat hadis hasan dan yang mendekati kualitas keduanya.
Klasifikasi hadis dalam Sunan al-Nasai adalah sebagai berikut:
a.       Pembagian hadis dari segi sumber ide
1). Hadis qudsi 25 buah, 2). Hadis nabawi 5673 buah.
b.      Pembagian hadis dari segi kuantitas sanad
1). Hadis mutawatur 846 buah, 2). Hadis ahad 4816 buah.
c.       Pembagian hadis dari segi penyandaran berita
1). Hadis marfu’ 5354 buah, 2).Hadis mawquf 214 buah, 3).Hadis maqtu’ 69 buah, dari 5662 buah hadis dalam Sunan al-Nasai.
d.      Pembagian hadis dari segi sanad
1). Hadis ta’liq 20 buah, 2). Hadis irsal 75 buah, 3). Hadis inqita’ 74 buah.
e.       Pembagian hadis dari segi kebersambungan sanad
1). Sanad hadis yang bersambung 5513 buah, 2). Sanad hadis yang tidak bersambung 149 buah.[19]
Metodologi yang digunakan dalam Sunan An-Nasa’i
metode penyusunan kitab hadis berdasarkan klasifikasi hukum Islam (abwab alfiqhiyyah) dan hanya mencantumkan hadis-hadis yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW saja (hadis marfu’). Bila terdapat hadis-hadis yang bersumber dari sahabat (mauquf) atau tabi’in (maqtu’), maka relatif jumlahnya hanya sedikit. Berbeda dengan kitab muwatta’; dan mushannif yang banyak memuat hadis-hadis mauquf dan maqtu’;, meskipun metode penyusunannya sama dengan kitab sunan. Di antara kitab sunan yang populer, selain sunan al-Nasa’i adalah Sunan Abu Dawud al-Sijistani (w. 275 H), dan Ibn Majah al- Qazwini (w. 275 H). Imam Syafi’i (w. 204 H) juga menyusun kitab sunan, akan tetapi tidak banyak disebut-sebut oleh ulama hadis.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditegaskan bahwa Kitab Sunan al-Nasa’i (kitab al-Mujtaba’) disusun dengan metode yang sangat unik dengan memadukan antara fiqih dengan kajian sanad. Hadis-hadisnya disusun berdasarkan bab-bab fiqih sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dan untuk setiap bab diberi judul yang kadangkadang mencapai tingkat keunikan yang tinggi. Ia mengumpulkan sanad-sanad suatu hadis di satu tempat. Kemudian dapat ditegaskan juga bahwa Imam al-Nasa’i tampaknya dalam penyusunan kitabnya ini hanya mengkhususkan hadis-hadis sunah (marfu’) dan yang berbicara tentang hukum dan tidak dimasukkan di dalamnya yang berkaitan dengan khabar, etika dan mau’izah-mau’izah, hal ini dikarenakan kitab ini merupakan pilihan berupa hadis-hadis hukum dari kitab beliau yang lain, yaitu al-Sunan al-Kubra.
D.    Sunan Ibnu Majah
Biografi Ibnu Majah
Ibnu Majah adalah nama nenek moyang yang berasal dari kota Qazwin, salah satu kota di Iran. Nama lengkap imam hadits yang terkenal dengan sebutan neneknya ini ialah Abu ‘Abdillah bin Yazid Ibnu Majah. Beliau lahir di Qazwin pada tahun 207 H (824 M). Beliau wafat pada hari selasa di bulan Ramdhan tahun 273 H (887 M).[20]
Rihlah Beliau
Ibnu Majah meniti jalan ahli ilmu pada zaman tersebut, yaitu mengadakan rihlah dalam rangka menuntut ilmu.Maka beliau pun keluar meninggalkan negrinya untuk mendengar hadits dan menghafal ilmu. Berkeliling mengitari negri-negri islam yang menyimpan mutiara hadits. Bakat dan minatnya di bidang Hadis makin besar.Hal inilah yang membuat Ibnu Majah berkelana ke beberapa daerah dan negri guna mencari, mengumpulkan, dan menulis Hadis. Di antara negri yang telah ia kunjungi, antara lain: Khurasan; Naisabur dan yang lainnya, Ar Ray, Iraq; Baghdad, Kufah, Wasith dan Bashrah, Hijaz; Makkah dan Madinah, Syam; Damaskus dan Himsh, dan Mesir.[21]
Karakteristik Kitab Sunannya
Kitab sunan Ibn Majah 4.341 buah hadis, 3002 dari jumlah hadis tersebut sudah termuat dalam kutub al-Khamsah .Sunan Ibn Majah terdiri dari 32 kitab  (bagian) dan 1.500 bab. Kitab ini disusun berdasarkan sistematika fiqh. Dilihat dari segi kualitas hadis, kitab ini menghimpun hadis shahih, hasan, da’if, dan maudu’. Menurut al-Mizzi, hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah secara sendirian , yang tidak terdapat dalam kutub al-Khamasah semuanya da’if.
Klasifkasi hadis dalam Sunan Ibnu Majah adalah sebagai berikut:
a.       Pembagian hadis dari segi sumber ide
1). Hadis qudsi 26 buah,
2). Hadis nabawi 4306 buah.
b.      Pembagian hadis dari segi kuantitas sanad
1). Hadis mutawatir 345 buah.
2). Hadis ahad 3987 buah.
c.       Pembagian hadis dari segi penyandaran berita
1). Hadis marfu’ 4223 buah
2). Hadis mawquf 82 buah
3). Hadis muqati’ satu buah, dari 4332 buah hadis dalam sunan IbnMajah
d.      Pembagian hadis dari segi sanad
1). Hadis ta’liq 5 buah
2). Hadis irsal 9 buah
3). Hadis inqita’ 87 buah
e.       Pembagian hadis dari segi kebersambungan sanad
1). Sanad hadis yang bersambung 4236 buah
2). Sanad hadis yang tidak bersambung 96 buah[22]
Metodologi yang digunakan dalam Sunan Ibnu Majah
             Kalau kita berbicara seputar metodologi yang dianut oleh imam Ibnu Majah dalam pengumpulan dan penyusunan hadits, maka seyogianyalah kita untuk mengulas dan menilik lebih lanjut dari metode sang imam dalam menyusun kitab “Sunan Ibnu Majah”. Karena buku yang digunakan sebagai salah satu referensi bagi umat Islam ini adalah buku unggulan beliau yang populer sepanjang sekte kehidupan. Walaupun beliau sudah berusaha untuk menghindarkannya dari kesalahan penulisan, namun sayang masih terdapat juga hadits-hadits yang dho’îf bahkan maudû’ di dalamnya.
Dalam menulis buku Sunan ini, beliau memulainya terlebih dahulu dengan mengumpulkan hadits-hadits dan menyusunnya menurut kitab atau bab-bab yang berkenaan dengan masalah fiqih, hal ini seiring dengan metodologi para muhadditsîn yang lain. Setelah menyusun hadits tersebut, imam Ibnu Majah tidak terlalu memfokuskan ta’lîqul Al-Hadits yang terdapat pada kitab-kitab fikih tersebut, atau boleh dikatakan beliau hanya mengkritisi hadits-hadits yang menurut hemat beliau adalah penting. Seperti kebanyakan para penulis kitab-kitab fikih yang lain, dimana setelah menulis hadits mereka memasukkan pendapat para ulama fâqih setelahnya, namun dalam hal ini Ibnu Majah tidak menyebutkan pendapat para ulama fâqih setelah penulisan hadits. Sama halnya dengan imam Muslim, imam Ibnu Majah ternyata juga tidak melakukan pengulangan hadits berulang kali kecuali hanya sebahagian kecil saja dan itu penting menurut beliau. Ternyata kitab Sunan ini tidak semuanya diriwayatkan oleh Ibnu Majah seperti perkiraan orang banyak selama ini, tapi pada hakikatnya terdapat di dalamnya beberapa tambahan yang diriwayatkan oleh Abu Al-Hasan Al-Qatthany yang juga merupakan periwayat dari “Sunan Ibnu Majah”. Persepsi ini juga sejalan pada “Musnad Imam Ahmad”, karena banyak orang yang menyangka bahwa seluruh hadits di dalamnya diriwayatkan seluruhnya oleh beliau, akan tetapi sebahagian darinya ada juga yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Imam Ahmad dan sebahagian kecil oleh Al-Qathî’î, namun imam Abdullah lebih banyak meriwayatkan dibanding dengan Al-Qathî’î. Namun dalam pembahasan kali ini kita kita tidak berbicara banyak seputar “Musnad Imam Ahmad”, karena biografi dan metodologi beliau telah diulas pada diskusi sebelumnya.
Ketika Al-Hasan Al-Qatthâny mendapatkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Sya’bah dengan perantara perawi lainnya, dan pada hadits yang sama juga beliau mendapatkan perawi selain gurunya Ibnu Majah, maka hadits ini telah sampai pada kategori hadits Uluwwu Al-Isnâd meskipun beliau hanya sebatas murid dari sang imam Ibnu Majah, namun derajatnya sama dengan gurunya dalam subtansi Uluwwu Al-Hadîts tersebut, ada juga berhasil disusun oleh sang imam dengan uraian sebanyak 32 kitab menurut Zahaby, dan 1. 500 bab menurut Abu Al-Hasan Al-Qatthâny serta 4000 hadits.
E.     Sunan Ad-Darimy
Biografi Ad-Darimy
Nama lengkapnya adalah Abdurrahman ibn Abdirrahman ibn al-Fadhl ibn Bahram ibn Abdis Shamad.Kunyahnya adalah Abu Muhammad. Ia juga dinisbahkan kepada At-Tamimiy, yaitu qabilah dimana ia bernaung, juga dinisbahkan dengan Ad-Darimi, yaitu nisbah kepada Darim ibn Malik dari Bani Tamim. Di samping itu, ia juga dinisbahkan dengan As-Samarkandi, yaitu tempatdimana ia lahir dan bertempat tinggal. Samarkandi adalah suatu daerah di seberang sungai di wilayah Irak.Ia di lahirkan pada tahun 181 H, Ada juga yang berpendapat bahwa beliau lahir pada tahun 182 H.[23]
Rihlah Beliau
Rihlah dalam rangka menuntut ilmu merupakan bagian yang sangat mencolok dan sifat yang paling menonjol dari tabiat para ahlul hadits, karena terpencarnya para pengusung sunnah dan atsar di berbagai belahan negri islam yang sangat luas. Maka Imam ad-Darimi pun tidak ketinggalan dengan meniti jalan pakar disiplin ilmu ini.Diantara negri yang pernah beliau singgahi adalah;Khurasan, Iraq, Baghdad, Kufah, Wasith, Bashrah, Syam; Damaskus, Himash dan Shur,Jazirah, Hijaz; Makkah dan Madinah.[24]
Karakteristik Kitab Sunannya
 Kitab hadis karya al-Darimi berjudul “al-hadis al-musnad al-marfu’ wa al-mauquf wa al-maqtu’ ”, kitab ini disusun dengan menggunakan sistematika penyusunan berdasarkan pada bab-bab fikih. Sehingga karenanya kitab hadis ini lebih popular dengan “Sunan al-Darimi”.
 Kitab ini berisi hadis-hadis yang marfu’, mauquf, dan maqtu’. Bagian terbesar dari hadis-hadis yang terdapat dalam kitab tersebut adalah hadis-hadis yang marfu’ ini pulalah yang menjadi sandaran utama dalam mengemukakan hukum-hukum pada setiap babnya. [25] ditengah-tengah mengemukakan beberapa hadis, terkadang al-Darimiy menjelaskan pilihannya dari berbagai ikhtilaf di bidang fikih. Terkadang ia juga menjelaskan makna lafal hadis yang gharib, sebagaimana ia juga menjelaskan kandungan hadis. Ia terkadang juga menjelaskan cacat yang tersembunyi  dalam suatu hadis yang ia kemukakan, tetapi hal ini jarang sekali.[26]
  Al-Darimi tidak menyatakan secara eksplisit kriteria-kriteria tertentu yang ia pakai untuk menyaring hadis-hadis yang ia masukkan ke dalam kitabnya tersebut. Begitu juga para ulama belum ada yang mengemukakan secara komprehensif mengenai kriteria al-Darimiy tersebut. Al-Hafidz al-‘Alai mengemukakan beberapa indikasi yang berkaitan dengan kriteria al-Darimi dalam menyaring  hadis dalam kitabnya. Indikasi-insikasi tersebut menyebabkan al-‘Ala’I lebih memilih Sunan al-Darimi sebagai kitab hadis yang keenam dari pada Sunan Ibnu Majah, untuk melengkapi lima kitab hadis sumber primer yang standar (Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan al-Tarmidzi, Sunan Abu Dawud dan Sunan al-Nasai).  [27] 
Kitab karya al-Darimi ini memiliki sistematika penyusunan yang baik, yang terangkai dalam 24 kitab, ratusan bab, ratusan bab, dan 3367 buah hadis. Dalam menyusun kitab, al-Darimi tampaknya tidak berkehendak untuk memperbanyak jaur sanad, tetapi ia lebih berkeinginan untuk menyusun suatu kitab yang ringkas. Dalam suatu bab, ia hanya mengemukakan satu hadis atau dua hadis atau tiga hadis saja. Sangat jarang sekali dijumpai dalam suatu bab yang didalamnya terdapat lebih dari tiga buah hadis. Bila menginat kapasitas  al-Darimi nampaknya ia memang menyengaja hanya memasukan hadis-hadis dengan kualifikasi yang tinggi dalam bab-babnya. Inilah alasan mengapa ia tidak memasukan hadis-hadis mu’allaq ke dalam kitabnya. Hadis mu’allaq memang ada di dalam kitab tersebut, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan tidak lebih dari 10 buah hadis. [28]
Al-Darimi tidak banyak melakukan pemenggalan terhadap hadis, yaitu mengemukakan sebagian lafalnya pada bab tertentu, dan mengemukakan sebagian lafalnya yang lain lagi pada bab yang lain. Hal ini terjadi karena al-Darimi memang menyedikitkan pengulangan  penyebutan hadis dalam kitabnya.
Pemenggalan hadis terjadi, biasanya terjadi mengikuti sistematika bab-bab fikih. Dalam suatu  hadis terkadang berisi lebih dari satu hokum tentang amalan sunnah yang berada dalam bab yang berbeda. Oleh karenanya pemenggalan hadis dan pengulanagan hadis, menjadi suatu hal yang tidak dapat dielakkan dalm penyusunan hadis, sebagai mana yang dilakukan oleh Bukhari dalam menyusun Kitab Sahihnya. Akan tetapi hal ini tidak dilakukan oleh al-Darimi. Walaupun memang di dalam kitab Sunan al-Darimi terdapat suatu hadis yang lebih ringkas dari jalur rawi yang diriwayatkan oleh al-Darimi tidak meriwayatkan hadis yang panjang tersebut. [29]  














BAB IV
KESIMPULAN

Kitab Sunan al-Turmudzi memuat 3.956 buah hadis, tanpa pengulangan hadis. Akan tetapi dengan pengulangan atau berdasarkan nomor urut, Sunan al-Turmudzi memuat 4.107 buah hadis. Sunan al-Turmudzi mempunyai beberapa kelebihan, di antara kelebihannya adalah setiap hadis yang terdapat dalam kitab tersebut dijelaskan kualitasnya.
Kitab sunan Abu Dawud memuat 4.800 buah hadis dengan periwayatan secara berulang atau 4590 tanpa berulang. Menurut pengakuan Abu Dawud, bahwa hadis dalam susunannya ada tiga tingkatan kualitasnya, yaitu hadis sahih, hadis semi sahih, dan yang mendekati sahih (dalam istilah al-Turmudzi hadis hasan). Tetapi kenyataannya, Sunan Abu Dawud selain memuat hadis sahih dan hasan juga memuat hadis da’if, bahkan menurut Ibnu Jawzi di dalam Sunan Abu Dawud ada Sembilan hadis mawdu’. Kritikan Ibnu Jawzi tersebut dibantah oleh al-Suyuthi melalui kitabnya, al-Qawl al-hasan.
Al-Nasai mempunyai dua sunan, yaitu sunan al-sugra dan sunan al-kubra. Sunan al-sugra merupakan revisi dari sunan  al-kubra. Sunan al-kubra selain membuat hadis sahih juga memuat hadis hasan dan yang mendekati kualitas keduanya.
Kitab sunan Ibn Majah 4.341 buah hadis, 3002 dari jumlah hadis tersebut sudah termuat dalam kutub al-Khamsah .Sunan Ibn Majah terdiri dari 32 kitab  (bagian) dan 1.500 bab. Kitab ini disusun berdasarkan sistematika fiqh. Dilihat dari segi kualitas hadis, kitab ini menghimpun hadis shahih, hasan, da’if, dan maudu’. Menurut al-Mizzi, hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah secara sendirian , yang tidak terdapat dalam kutub al-Khamasah semuanya da’if.
Kitab hadis karya al-Darimi berjudul “al-hadis al-musnad al-marfu’ wa al-mauquf wa al-maqtu’ ”, kitab ini disusun dengan menggunakan sistematika penyusunan berdasarkan pada bab-bab fikih. Sehingga karenanya kitab hadis ini lebih popular dengan “Sunan al-Darimi”.
 Kitab ini berisi hadis-hadis yang marfu’, mauquf, dan maqtu’. Bagian terbesar dari hadis-hadis yang terdapat dalam kitab tersebut adalah hadis-hadis yang marfu’ ini pulalah yang menjadi sandaran utama dalam mengemukakan hukum-hukum pada setiap babnya.  Ditengah-tengah mengemukakan beberapa hadis, terkadang al-Darimiy menjelaskan pilihannya dari berbagai ikhtilaf di bidang fikih. Terkadang ia juga menjelaskan makna lafal hadis yang gharib, sebagaimana ia juga menjelaskan kandungan hadis. Ia terkadang juga menjelaskan cacat yang tersembunyi  dalam suatu hadis yang ia kemukakan, tetapi hal ini jarang sekali.



BAB V
PENUTUP

Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih.








DAFTAR PUSTAKA
Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010)
Rahman, fathur, ikhtisar musthalahul hadits, PT.AL Ma`arif 2000.
Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf
Muhammad bin ‘Alwi al Maliki, Al Manhal al Latif fi Ushul al Hadits, (Surabaya: Dar ar Rahmah)
Zeid B. Smeer, Ulumul Hadits Pengantar Studi Hadits Praktis, (Malang: UIN Malang Press), 2008.
Suyuthi Abd Manas, Isma’il Abdullah, Manahijul Muhadditsin, (Malasyia: Al Jami’ah al Islamiyah al ‘Alamiyah), 2006









[1] Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008, hlm. 550
[2]Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung: Pustaka al-Ma’arif, hlm. 383
[3] Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, hlm. 551
[4] Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 68.
[5] Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 69.
[6]Muhammad bin ‘Alwi al Maliki, Al Manhal al Latif fi Ushul al Hadits, (Surabaya: Dar ar Rahmah), 132.
[7]Zeid B. Smeer, Ulumul Hadits Pengantar Studi Hadits Praktis, (Malang: UIN Malang Press), 2008, 117.
[8]Suyuthi Abd Manas, Isma’il Abdullah, Manahijul Muhadditsin, (Malasyia: Al Jami’ah al Islamiyah al ‘Alamiyah), 2006,hlm. 88.
[9]Muhammad bin Shalih al Utsaimin, Musthalah Hadits, (Media hidayah), 2008, 109.
[10]Muhammad bin ‘Alwi al Maliki, Al Manhal al Latif fi Ushul al Hadits, (Surabaya: Dar ar Rahmah), 133.

[11] Dikatakan bahwa kakek Imam Abu Dawud yang bernama Imran adalah salah seorang yang berjuang bersama Ali bin Abi Thalib dalam perang Siffin
[12]Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, hlm. 530-532
[13]Halaman 540
[14] Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 71-72

[15] Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, hlm. 577
[16]Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, hlm. 588-589
[17]Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, hlm. 383
[18]http://www.lidwa.com/category/blog/biografi-imam-hadits/
[19] Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 73-74

[20]FatchurRahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, hlm. 384-385
[21] http://www.lidwa.com/category/blog/biografi-imam-hadits/

[22] Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 76-77

[23] http://www.lidwa.com/category/blog/biografi-imam-hadits/
[24] http://www.lidwa.com/category/blog/biografi-imam-hadits/
[25] Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 82
[26] Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 83
[27] Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 88
[28] Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 84
[29] Bustamin, Hasanuddin, Membahas Kitab Hadist, (Ciputat:Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 85

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemaknaan Kebengkokan Wanita sebagaimana Tulang Rusuk

Terkadang kita selalu mendengar, ada istilah bahwa “wanita itu bengkok” seperti tulang rusuk. Tentu mungkin ada yang bertanya-tanya maksud...