Minggu, 19 Mei 2019

Linguistik Modern Antara Timur dan Barat (MM)


1.      Pengertian lianguistik secara etimologi dan terminology
Secara etimologi, kata linguistik diserap dari bahasa Latin “lingua” yang berarti bahasa. Dalam bahasa Inggris disebut linguistics, artinya: ‘ilmu bahasa.’[1]  Kata linguistics kemudian diserap oleh bahasa Indonesia menjadi linguistik dengan makna yang sama, yaitu ‘ilmu tentang bahasa’ atau ‘telaah bahasa secara ilmiah.[2]
Dalam beberapa literatur berbahasa Arab, di antaranya dikemukakan oleh ‘Atiyah, bahwa kata linguistik diterjemahkan dengan علم اللغة juga[3] disebut dengan:
علم اللسان، اللسانيات، الألسنة، الألسنيات، اللغويات
Sedangakan secara terminologi, menurut Kridalaksana, linguistik adalah Ilmu tentang bahasa atau penyelidikan bahasa secara ilmiah.[4]  Definisi ini tidak berbeda dengan pendapat John Lyons. Menurutnya, linguistic adalah pengkajian bahasa secara ilmiah. Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan pengkajian atau studi bahasa secara ilmiah adalah penyelidikan bahasa melalui pengamatan-pengamatan yang teratur dan secara emperis dapat dibuktikan benar atau tidaknya serta mengacu pada suatu teori umum tentang struktur bahasa.[5]

Dalam beberapa literatur berbahasa Arab, di antaranya ‘Atiyahmenyebutkan, bahwa علم اللغة adalah:
علم اللغة هي  عبارة عن الدراسة العلمية للغة. فهو علم يتناول اللغة موضوعا له.
Sebuah istilah tentan pengkajian secara ilmiah terhadap bahasa, yaitu ilmu yang menjadikan bahasa sebagai obyek kajian.”[6]
oleh karenanya, dapat diketahui bahwa linguistik adalah sebuah ilmu yang mengkaji bahasa secara internal dan ilmiah. Dengan kata lain, pengkajian hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu sendiri. Kajian ini kemudian menghasilkan perian-perian bahasa secara murni tanpa berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar bahasa.
2.      Tujuan Ilmu Lingistik
     Secara umum ada 4 (empat) tujuan di dalam studi ilmu linguistik, yaitu tujuan praktis, tujuan estetis, tujuan filologis, dan tujuan linguistis dengan penjabaran seabgai berikut.[7]
1)      Tujuan praktis, dari studi bahasa artinya adalah mempelajari bahasa dengan tujuan agar pembelajar bahasa mampu menggunakanya untuk berkomunikkasi secara baik, benar, dan lancar. Tujuan ini dekat kaitanya dengan pengajaran bahasa seperti yang ada di sekolah dan lembaga kursus. Siswa diajarkan untuk dapat menguasai empat skill berbahasa yaitu listening, speaking, reading, dan writing.
2)      Tujuan estetis berarti bagaimana seorang dapat memahami dan menggunakan bahasa secara indah dan menarik. Bahasa dikemas dalam gaya tertentu lalu diungkapkan baik lisan maupun tulis sehingga ada kesan estetika yang muncul dari bahasa tersebut. Orientasi dari tujuan pemahaman dan penggunaan bahasa ini adalah "estetika". Teks - teks dengan orientasi estika dapat dengan mudah ditemukan dalam puisi, novel, pantun, dan jenis karya sastra lainya.
3)      Tujuan filologis: Bahasa sangat berkaitan dengan budaya, bahkan dapat dikatakan bahasa merupakan salah satu produk budaya. Pengungkapan nilai - nilai bahasa dari segi kebudayaan masa lampau inilah yang disebut dengan studi bahasa dengan tujuan filologis. Penelitian filologis dapat dilakukan dengan mengkaji naskah - naskah lama (manuscirpts).
4)      Tujuan linguistis, seperti halnya suatu objek kajian pada science, bahasa itu sendiri merupakan objek kajian. Oleh karenanya menjadikan bahasa sebagai objek kajian dan mengungkapnya secara objektif itu pun menjadi salah satu tujuan studi bahasa, yaitu tujuan linguistis. Penelitian linguistik dapat dilakukan baik pada tataran linguistik mirko maupun linguistik makro yang secara jelas dapat dilihat pembidanganya dalam cabang ilmu linguisitk.[8]
3.      Perkembangan Linguistic Arab modern
Pendekatan   linguistik modern pada bahasa  Arab, mula-mula justru mendapat tantangan.  Mayoritas  ahli  bahasa  awalnya  menolak,  tidak  ingin  memahami, atau merasa  aneh  ada pendekatan baru yang menggeser pendekatan  yang  sudah  mereka  kenali  sebelumnya.  Inilah  yang  membuat  pendekatan linguistik mulanya tidak terlalu populer di dunia Arab.  Kajian - kajian  bahasa  Arab  dengan  pendekatan  linguistik  modern  justru  dilakukan oleh para ahli bahasa dari Barat. Padahal, isu-isu kebahasaan kontemporer  di  dunia  Arab,  seperti  pengembangan  bahasa  Arab  praktis (taisi:r al -lughah wa tarqiyatuha: ), arabisasi (ta‘ri:b), derivasi (isytiqa:q), bahasa  ragam  tinggi  dan  ragam  rendah  (al-‘a:miyyah  dan  fushha:),  yang  bila dikaji  dengan  pendekatan  linguistik  modern,  mungkin  akan  jauh  lebih mudah dalam menemukan titik terang.
Seiring perjalanan waktu, sikap dan anggapan itu  bergeser. Mulai ada usaha-usaha dari linguis di dunia Arab untuk mengkaji bahasa Arab dengan pendekatan modern, seperti al-Falsafah al-Lughawiyyah wa al-Alfa:zh al-‘Arabiyyah karya Jorji Zaidan (1886), yang mengangkat karakter, fungsi, dan metode  pengajaran  bahasa.  Ia  juga menulis  buku  yang  berjudul  Tari kh  al-Lughah  al-‘Arabiyyah  (1904),  yang  memanfaatkan  teori  kebahasaan yang  banyak  dianut  pada  abad  ke-19  dan  awal  ke-20,  juga  kajian  kalangan orientalis terhadap bahasa Arab dan bahasa Semit. Kemudian, pada tahun 1932 didirikan Pusat Bahasa Arab di Mesir, yang  di  antara  tujuannya  adalah  menjaga  kelestarian  bahasa  Arab  dan bisa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.  Menurut al-Sa’ran (1999: 29), Pusat Bahasa ini berperan besar dalam perkembangan bahasa Arab modern, terutama setelah diterbitkannya al-Mu‘jam al-Wasi:th (1960) yang ditulis oleh beberapa linguis terkemuka Mesir, yang dipimpin oleh Ibrahim  Anis.  Hanya  saja  upaya  tersebut belum menarik  perhatian  universitas-universitas  di  dunia  Arab.  Ini  terlihat  adanya  fakta  sebagian orientalis yang mengajar di Fakultas Sastra Universitas Kairo, yang mencampur adukkan antara ‘ilm al-lughah (linguistik) dan fiqh al -lughah (filologi, tetapi  bukan  filologi  dalam  pengertian  ilmu  penyuntingan  naskah (klasik). Tentu saja tujuannya agar mereka bisa mengaitkan antara bahasa Arab dan bahasa Semit.
Barulah  setelah  Ali  Abd  al- Wahid  Wafi,  guru  besar  sosiologi  di Universitas Kairo, menulis buku yang berjudul  ‘Ilm al -Lughah  (1941),  Fiqh al-Lughah  (1941),  al-Lughah wa al-Mujtama‘  (1946), dan  Nasy’ah al-Lughah ‘ind al-Insa:n  wa  al-Thifl  (1947),  para  ahli  bahasa  di  universitas-universitas terkemuka di Arab, terutama di Mesir, tertarik mengkaji ilmu ini. UsahaWafi  ini  dilanjutkan  oleh  Ibrahim  Anis,  guru  besar  di  Fakultas  Ilmu Pengatahuan Universitas Kairo. Sepulangnya menyelesaikan studi doktoralnya dalam bidang linguistik dari Universitas London, ia menulis beberapa  karya  penting  dalam  pengkajian  bahasa  Arab  dengan  pendekatan linguistik  modern,  seperti  al-Ashwa:t  al-Lughawiyyah  (1947),  al-Lahaja:t  alMishriyyah  (1952),  Musi:qa:  al-Syi‘r  (1951),  Min  Asra:r  al-Lughah  (1951),  dan Dila:lah al-Alfa:zh (1958). Selain itu, usaha penerjemahan makalah dan buku-buku  linguistik  dari  Prancis,  seperti  karya  Antoinne  Meillet  yang diterjemahkan  dengan  judul  Manhaj  al-Bahts  fi  ‘Ilm  al-Lisa:n  oleh  Muhammad Mandur, karya Vendryes yang diterjemahkan dengan judul al-Lughah (1950)  oleh  Abd  al-Hamid  al-Duwaihili  dan  Muhammad  al-Qashshash.
Upaya serius lain ditunjukkan oleh Raja  T. Nasr yang menulis  The Structure of Arabic: from Sound to Sentence (1967), yang menganalisis stuktur bahasa Arab dengan pendekatan linguistik modern secara komprehensif.
Setelah  itu,  muncul  generasi  baru  yang  menekuni  linguistik  atau salah satu cabang linguistik di Universitas London, yang kemudian menjadi  staf  pengajar  di  Fakultas  Ilmu  Pengetahuan  Universitas  Kairo, seperti  Tammam Hasan yang menulis  Mana:hij al-Bahts  fi: al-Lughah  (1979) al-Lughah al-Arabiyyah Mabna:ha: wa Ma‘na:ha: (1985), Abd al-Rahman Ayyub yang  menulis  al-Lughah  bain  al-Fard  wa  al-Mujtama‘  (1954),  Kamal  Bisyr yang  menulis  al-Ashwa:t  al-‘Arabiyyah  (1990);  atau  di  Fakultas  Sastra Universitas  al-Iskandariah,  seperti  Mahmud  al-Sa‘ran  dan  Muhammad Abd al-Faraj. Nama lain yang juga patut disebutkan di sini adalah Mahmud  Fahmi  Hijazi  yang  menulis  Madkhal  il  ‘Ilm  al-Lughah  (1978),  yang membuka  cakrawala  baru  pengkajian  bahasa  Arab  dengan  pendekatan linguistik modern, secara lebih utuh. Emil Badi Yaqub yang menulis  Fiqh al-Lughah  al-‘Arabiyyah  (1982), juga Saleh J. Al- Toma, yang secara bersama-sama menulis  A Dictionary of Modern Linguistic Terms (1983), juga  turut  memperkaya  kajian  linguistik  modern,  terutama  sumbangan padanan konsep yang telah mereka berikan di kamus mereka itu. Dalam hal kesalahan umum pada penggunaan bahasa  Arab kontemporer, nama al-Adnani  yang menulis  A  Dictionary  of  Common  Mistakes  in  Modern  Written Arabic  (1984)  harus  disebut  di  sini,  atas  usahanya  yang  penting  dan berharga tersebut. Abdullah Abbas Nadwi  yang menulis  Learn  the  Language  of  the  Holy  Quran  (1986)  yang  mengkaji  bahasa  Alquran  dengan  pendekatan  linguistik  modern,  juga  patut  diberi  penghargaan  dalam  upaya mengenalkan kajian Alquran dengan sudut pandang baru. [9]
Selain para linguis yang berasal dari Timur Tengah, linguis-linguis Barat yang mengkaji linguistik Arab, tidak lengkap bila tidak disebutkan sebagai tambahan informasi sejauh mana pengkajian bahasa Arab dengan pendekatan  linguistik  modern  dilakukan.  Usaha  awal  dalam  mengkaji bahasa  Arab  dengan  sudut  pandang  linguistik  modern  dilakukan  oleh Wright  dalam  karyanya  yang  berjudul  A  Grammar  of  the  Arabic  Language (1859).  J.  A.  Haywood  dan  H.  M.  Nahmad  yang  menulis  A  New  Arabic Grammar  of  the  Written  Language  (1962),  memberi  sumbangan  penting dalam  analisis  tata  bahasa  Arab  secara  linguistis.  Usaha  Haywood  dan Nahmad ini dikembangkan secara lebih mendalam oleh Peter F Abboud dkk.  Yang  menulis  Elementary  Modern  Standard  Arabic  (1968).  Analisis  Vicente  Cantarino  yang  mengurai  kalimat  sederhana,  kalimat  majemuk,dan  kalimat  komplek  dalam  bahasa  Arab  dengan  pendekatan  sintaksis modern dalam buku Syntax of Modern Arabic Sentence (1974), telah memberi model  analisis  pada  pengkajian  sintaksis  Arab.  Upaya  lebih  mendalam dilakukan  oleh  Wickens  yang  mengungkap  struktur  tata  bahasa  Arab dalam Arabic Grammar a First Workbook  (1980). Holes yang menulis Modern Arabic:  Structures,  Functions  and  Varieties  (1995),  juga  memberikan  analisis berharga terkait struktur, kategori, dan fungsi bahasa Arab modern.[10]
  • Konsep Majma’ Lughoh
Periode perkembangan bahasa arab di awali dari periode jahiliyyah. Periode permulaan islam, periode bani umayyah. Periode bani abasiyah. Periode kelima saat bahasa arab tidak lagi menjadi bahasa politik dan administrasi pemerintahan hingga periode bahasa arab modern. Bahasa arab kembali bangkit di landasi adanya upaya-upaya pengembangan dari kaum intelektual mesir yang mendapat pengaruh tidak lagi menjadi bahasa politik. Dimana ketika itu Bahasa arab sebagai bahasa pengantar di sekolah. Waktu-waktu perkuliahan di sampaikan dengan bahasa arab.
Majma’ lughah al ‘arabiyah adalah lembnaga pengatur bahasa yang dibentuk di negara-negara arab, diantaranya di irak, mesir, arab saudi dan suriah.
Di era modern setidaknya ada dua pihak yang berperan dalam pembentukan kosa kata baru di dalam dunia kebahasaan yaitu majma’ lughah al ‘arabiyah dan para linguis. Seperti apa yang tengah di lakukan majma’ lughah al ‘arabiyah (pusat bahasa arab) dengan selalu menyaring kosa kata bahasa asing dan kemudian mengubah ke bahasa arab, baik fonologis maupun subtansif. Majma’ lughah berusaha menhidupkan lagi kosa kata arkais dalam khazanah kebahasaan yang mereka miliki untuk di terapakanm dan di populerkan kembali.[11]
Salah satu misi yang di usung majma’ lughah adalah mempertahankan keaslian bahasa arab karena faktor agama bahwa bahasa arab bahasa Al-Qur’an dan keasliannya tetap terjaga serta melakukan usaha-usaha pengembangan agar menjadi bahasa yang dinamis, maju dan mampu memenuhi  tuntutan kemajuan dunia ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya. Hatif adalah bahasa arab akais yang berarti wujud suara tanpa ada wujud rupa. Konsep hatif di sini serupa dengan konsep telepon yaitu wujud suara tanpa wujud sang pembicara atau penggunaan kata “Qithar” berarti kereta api yang di analogiakan dengan makna sebelumnya rombongan unta.[12]
  • Metode Perkembanagan Bahasa Arab Modern dan Sejarahnya
Awalnya bahasa arab bermula dari bahasa lisan (lughah al-Nuqt) yang di gunakan para pemakai bahasa untuk berkomunikasi dengan sesamanya, sebelum pada tahap selanjutnya. Bahasa itu di kodifikasi atau di bukukan dalam bentuk basaa tulis (lughah kitabah). Asumsi ini di perkuat dengan bukti realistis yang menunjukkan betapa banyak bahasa yang telah pernah berkembang lalu punah karena belum dikodifikasi dalam catatan. Perkembangan sebuah bahasa mengikuti perkembangan pemikiran para pengguna bahasa. Sedang manusia ia tidak akan mampu menghafal dan mengembang seluruh kata dari bahasanya sekalipun ia memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Oleh sebab itu terkadang manusia tidak mampu untuk mengingat sebuah kata atau kesulitan untuk menyebut kosa kata yang sesuai dengan yang ia inginkan. Problem di atas menunjukkan urgensi kamus sebagai bahan rujukan untuk mengembangkan makna, menghimpun kata, melestarikan bahasa dan mewariskan peradaban yang bisa di kembangkan. Proses kodifikasi pada akhirnya merubah bahasa arab dari semula yang tidak ilmiah, (tidak bisa di pelajari secara ilmiah) menjadi bahasa ilmiah, bahasa yang tunduk kepada sistem yang juga banyak di ikuti oleh ilmiahnya. Proses pengumpulan dak kodifikasi bahasa bertolak dari kekhawatiran terjadinya kerusakan bahasa karena menyebarkan dialek yang menyimpang (lahn) dalam masyarakat di mana orang arab sebagai kelompok minoritas. Oleh karena itu para leksikolog lebih mengarahkan periwayatan bahasa kepada orang badui.
Jadi pada awalnya proses pemaknaan kosa kata dalam bahasa arab bermula melalui metode pendengaran (al-sima’), yaitu pengambilan riwayat oleh para ahli  bahasa dengan cara mendengarkan langsung perkataan orang-orang badui. Kemudian metode pendengaran bergeser ke metode analogi (qiyas), yaitu pemaknaan kata dengan menggunakan teori-teori tertentu yang di buat oleh para ahli bahasa.[13]
Selanjutnya ada tiga tahap kodifikasi bahasa arab hingga lahir kamus-kamus bahasa arab, yaitu sebagai berikut,
1)      Tahap kodifikasi non-sistematik
Pada tahap ini seorang ahli bahasa biasa melakukan perjalanan menuju desa-desa. Lalu ia mulai mencari data dengan cara mendengarkan secara langsung perkataaan warga badui yang kemudian ia catat di lembaran-lembaran tanpa menggunakan sisitematika penulisanm kamus.
2)      Tahap kodifikasi tematik
Para ulama’ yang tengah mengumpuylkan data mulai mengklasifikasikan dat yang terkumpul menjadi buku dengan menggunakan teknik penulisan secara tematis. Seperti kitab Al-Mathar (kamus hujan) karangan Abu Zaid (737-830).
3)      Tahap kodifikasi sistematik
Pada tahap ini, penyusunan kamus mulai menggunakan sistematika penulisan lebih baik dan memudahkan para pemakai kamus dalam mencari kata-kata yang di ingin di ketahui maknanya. Seperti penyusunan kamus  Al Ain karya Khalil Bin Ahmad Al Farahidy yang menggunakan sistematika Al Shawty (pencarian kata berdasarkan sistem makharijul huruf)[14]
  • Perkembangan Linguistic Arab modern
Menjelang lahirnya Linguistik modern, ada hal yang sangat penting dalam studi bahasa yaitu adanya anggapan bahwa ada hubungan kekerabatan antara bahasa sansekerta dengan bahasa-bahasa yunani, latin dan bahasa-bahasa jerman lainya.
1)      Ferdinan de Saussure (1857 - 1913)
Beliau dianggap sebagai bapak Linguistik Modern berdasarkan pandangan-pandangannya mengenai konsep: 1) Telaah Sinkronik dan Diakronik, 2) Perbedaan Langue dan Parole, 3) Perbedaan Signifiant dan Signifie, 4) Hubungan Sintagmatik dan Paradigmatik banyak berpengaruh dalam perkembangan linguistik di kemudian hari.[15]
2)      Aliran Praha
Aliran Praha terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa salah seorang tokohnya yaitu, Vilem Mathesius (1882 - 1945). Tokoh-tokoh lainya adalah Nikolai S. Trubetskoy, Roman Jakobson, dan Morris Halle. Pengaruh mereka sangat besar di sekitar tahun tiga puluhan, terutama dalam bidang fonologi. Dalam bidang fonologi aliran Praha inilah yang pertama-tama membedakan  dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem.[16]
3)      Aliran Glosematik
Aliran Glosematik lahir di Denmark; tokohnya antara lain, Louis Hjemslev (1899 - 1965), yang meneruskan ajaran Ferdinand de Saussure. Namanya menjadi terkenal karena usahanya untuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri, bebas dari ilmu lain, dengan peralatan, metodologis dan terminologis sendiri. Sejalan dengan pendapat de Saussure, Hjemslev menganggap bahasa itu mengandung dua segi, yaitu segi ekspresi (menurut de Saussure; signifiant) dan segi sisi (menurut de Saussure; signifie). Masing-masing segi mengandung forma dan substansi, sehingga diperoleh (1) forma ekspresi, (2) substansi ekspresi, (3) forma isi, dan (4) substansi isi. Pembedaan forma dari substansi berlaku untuk semua hal yang di telaah secara ilmiah; sedangkan pembedaan substansi dari isi hanya berlaku bagi telaah bahasa saja.
4)       Aliran Firthian
            Nama John R. Firth (1890 - 1960) guru besar pada Universitas London sangat terkenal karena teorinya mengenai fonologi Prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri dari satuan-satuan fonematis dan satuan prosodi. Satuan-satuan fonematis berupa unsur-unsur segmental, yaitu konsonan dan vokal, sedangkan satuan prosodi berupa ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang lebih panjang daripada suatu segmen tunggal. Ada tiga macam pokok prosodi, yaitu (1) prosodi yang menyangkut gabungan fonem: struktur kata, struktur suku kata, gabungan konsonan, dan gabungan vokal; (2) prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda; dan (3) prosodi yang realisasi fonetisnya melampaui satuan yang lebih besar daripada fonem-fonem suprasegmental..[17]
5)      Linguistik Sistemik
Nama aliran linguistik sistemik tidak dapat dilepaskan dari nama M.A.K. Halliday, yaitu salah seorang murid Firth yang mengembangkan teori Firth mengenai bahasa, khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa. Teori yang dikembangkan oleh Halliday dikenal dengan nama Sistemik Linguistik dalam bahasa indonesia disebut sistem linguistik (SL) pokok-pokok pandangan SL adalah: Pertama, SL memberi perhatian penuh  pada segi kemasyarakatan bahasa. Kedua, SL memandang bahasa sebagai pelaksana. SL mengakui pentingnya perbedaan langue dari parole. Ketiga, SL lebih mengutamakan pemerian ciri-ciri bahasa tertentu beserta variasi-variasinya, tidak atau kurang tertarik pada semestaan bahasa. Keempat, SL mengenal adanya gradasi atau kontinum. Kelima, SL menggambarkan tiga tataran utama bahasa yaitu subtansi, forma, dan situasi.  
6)      Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Nama Leonard Bloomfield (1877 - 1949) sangat terkenal karena bukunya yang berjudul language (1933), dan selalu dikaitkan dengan aliran struktural Amerika. Istilah strukturalis sebenarnya dapat dikenakan kepada semua aliran linguistic, sebab semua aliran linguistic pasti berusaha menjelaskan seluk-beluk bahasa berdasarkan strukturnya. Satu hal yang menarik dan merupakan ciri aliran strukturalis Amerika ini adalah cara kerja mereka yang sangat menekankan pentingnya data yang objektif untuk memerikan suatu bahasa, pendekatannya bersifat empirik.[18]

7)      Aliran Tagmemik
Aliran Tagmemik dipelopori oleh Kenneth L. Pike, seorang tokoh dari Summer Institute of Linguistics, yang mewarisi pandangan-pandangan Bloomfield, sehingga aliran ini juga bersifat Strukturalis, tetapi juga Antropologis. Menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem (kata ini berasal dari bahasa yunani yang berarti ‘susunan’). Yang dimaksud dengan Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut. Misalnya, dalam kalimat pena itu berada diatas meja; bentuk pena itu mengisi fungsi subjek, dan tagmem subjeknya dinyatakan dengan pena itu.[19]

  • Daftar Pustaka:
‘Athiyah, Nawwâl Muhammad. ‘Ilm al-Nafs al-Lughawy. t.t,: Maktabah al-Anjlu alMishriyah, 1975.  Cet. I
Athiyah, Nawwâl Muhammad. ‘Ilm al-Nafs al-Lughawy. t.t,: Maktabah al-Anjlu alMishriyah, 197. Cet. I
Chaer, Abdul. Linguistik Umum, Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2014
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet. Ke-4
htpp://cabiklunik.blogspot.co.id/2008/08/bahasa-bahasa-pemersatu.html/
http://dipaku2010.wordpress.com/2011/01/23/sejarah-perkembangan-bahasa-arab-2/
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001. Cet. Ke-5
Lyons, John. Introduction to Theoretical Linguistics. Terjemahan Pengantar Teori Linguistik. oleh I. Sutikno. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 1995
Shadily, John M. Echols dan Hassan. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1996. Cet. Ke-23
Taufiqurrahman, Leksikologi bahasa arab, (Yogyakarta: UIN MALANG PRES, 2008)
Yendra, Mengenal Ilmu Bahasa (Linguistik). Yogyakarta: Deepublish. 2013







[1] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996), Cet. Ke-23, h. 360
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet. Ke-4, h. 596.
[3] Nawwâl Muhammad ‘Athiyah, ‘Ilm al-Nafs al-Lughawy, (t.t,: Maktabah al-Anjlu alMishriyah, 1975), Cet. I, h. 11
[4] Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), Cet. Ke-5, h. 128.
[5] John Lyons, Introduction to Theoretical Linguistics (Terjemahan Pengantar Teori Linguistik oleh I. Sutikno), (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995), h. 1.
[6] Nawwâl Muhammad ‘Athiyah, ‘Ilm al-Nafs al-Lughawy, (t.t,: Maktabah al-Anjlu alMishriyah, 1975), Cet. I, h. 11
[7] Yendra, Mengenal Ilmu Bahasa (Linguistik), (Yogyakarta: Deepublish, 2013), hlm. 37
[8] Yendra, Mengenal Ilmu Bahasa , hlm. 38
[9] Pdf. Sejarah Perkembangan linguistik Arab 2
[10] Pdf. Sejarah Perkembangan linguistik Arab 2

[11] http://dipaku2010.wordpress.com/2011/01/23/sejarah-perkembangan-bahasa-arab-2/diunduh 14 Mei 2019, pukul 10.00 WIB
[12] htpp://cabiklunik.blogspot.co.id/2008/08/bahasa-bahasa-pemersatu.html/diunduh 14 Mei 2019, pukul 10. 30 WIB
[13] Taufiqurrahman, Leksikologi bahasa arab, (Yogyakarta: UIN MALANG PRES, 2008), hlm. 183-187
[14] Taufiqurrahma, Leksikologi bahasa arab, hlm. 203
[15] Abdul Chaer, Linguistik Umum, Edisi Revisi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014), hlm. 346
[16] Abdul Chaer, Linguistik Umum, hlm. 351
[17] Abdul Chaer, Linguistik Umum, hlm. 355
[18] Abdul Chaer, Linguistik Umum, hlm. 358
[19] Abdul Chaer, Linguistik Umum, hlm. 361

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemaknaan Kebengkokan Wanita sebagaimana Tulang Rusuk

Terkadang kita selalu mendengar, ada istilah bahwa “wanita itu bengkok” seperti tulang rusuk. Tentu mungkin ada yang bertanya-tanya maksud...