Jumat, 09 November 2018

PANDANGAN ANARKISTIS FEYERABEND TENTANG ILMU PENGETAHUAN


PANDANGAN ANARKISTIS FEYERABEND TENTANG ILMU PENGETAHUAN
Mohammad Masykur (18720069)
Progam Pendidikan Magister Pendidikan Bahasa Arab
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstrack
Perkembangan ilmu pengetahuan merupakan proses kreativitas individual yang kompleks. Karena itu ilmu pengetahuan tidak boleh diterangkan atau pun diatur oleh segala macam bentuk peratuaran maupun sistem hukum yang berlaku. Untuk melawan upaya mengkooptasikan ilmu pengetahuan dalam bentuk-bentuk baku yang formal dan rigid, Paul Fayerabend menawarkan dua hal, yaitu prinsip pengembangbiakkan dan prinsip apa saja boleh. Prinsip pengembangan maksudnya, kita tidak bekerja dalam suatu sistem pemikiran bentuk-bentuk kehidupan dan kerangka institusional yang tunggal. Tetapi sebaliknya, kita seharusnya menempatkan pluralisme sebuah teori dan metodologi, sistem-sistem pemikiran dan bentuk-bentuk kehidupan dalam kerangka institusional. Dan Prinsip kebebasan apa saja boleh (anything goes), maksudnya membebaskan segala bentuk sebuah perjalanan apa adanya, dengan tanpa banyak terikat oleh sebuah sistem.
Kata kunci: Paul Feyerabend, Pandangan Anarkistis, Againt Method.

Pengantar
Sebuah panorama ilmu pengetahuan berangkat dari cara berfikir rasionalis, empiris yang didesain dengan konsep pemahaman filsafat yang begitu matang. Filsafat meruapakan kunci pokok dalam mengembangkan kajian keilmuan di berbagai dimensi displin ilmu baik social maupun science. Perlu kita ketahui, dewasa ini kajian keilmuan filsafat telah berkolaborasi dengan kajian-kajian ilmu tertentu sebagai alat analisis serta pendekatan pemahaman teoritis, sehingga memunculkan berbagai pengembangan teoritis keilmuan yang begitu canggih dan merubah perspektif keilmuan menjadi indah dipandang, menarik dipelajari, bermanfaat bagi pembelajaran.
Sering orang memandang beberapa aliran dalam filsafat adalah sebuah rekayasa pikiran bawah sadar  manusia. Artinya, filsafat adalah hasil akal pikiran yang masih diragukan kevaliditasannya. Padahal apabila kita teliliti lebih dalam lagi, memahami filsafat tidak semudah menemukan jarum dalam jerami. Diperlukan pemikiran-pemikiran jernih agar makna tersirat dari filsafat itu dapat dikaji sehingga ditemukanlah teori baru. Dari teori baru itulah sesesorang telah dapat dikatakan berfilsafat.
Berbicara mengenai filsafat, berikut salah satu cabang bahasan dari filsafat yakni Anarkisme. Istilah anarkisme lebih banyak dikenal orang sebagai tindak kekerasan. Padahal anarkisme sebenarnya hanyalah sebuah teori politik. Dalam sejarahnya, para anarkis dalam berbagai gerakannya kerap kali menggunakan kekerasan sebagai metode yang cukup ampuh dalam memperjuangkan ide-idenya. Hal inilah yang menimbulkan persepsi baru dalam istilah anarkisme. Berawal dari anarkisme inilah, banyak tokoh yang membahas tentang anarkisme. Salah satunya adalah Paul Karl Feyerabend. Ia adalah tokoh yang tergolong muda dalam menyumbangkan teorinya mengenai anarkisme. Dan untuk mengetahuinya berikut penulis paparkan melalui makalah yang berjudul “Pandangan Anarkistis Paul Karl Feyerabend Tentang Ilmu Pengetahuan”.
I. Biografi Singkat Paul Karl Feyerabend.
Paul Karl Feyerabend lahir pada tanggal 13 Januari tahun 1924 di Wina – 11 Februari 1994 Vaud Swiss, Austria tahun 1945. Ia belajar seni suara teater dan sejarah teater di institute for Production of Theater, the Methodological Reform the German Theater di Weimar. Sepanjang hidupnya ia menyukai drama dan kesenian. Ia belajar dan mempelajari Astronomi, Matematika, Sejarah, dan Filsafat. Menurut pengakuannya, ketika ia mengingat masa itu, “ia menggambarkan dirinya sebagai seorang rasionalis”. Maksudnya, ia percaya akan keutamaan dan keunggulan ilmu pengetahuan yang memiliki hukum-hukum universal yang berlaku dalam segala tindakan yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Keyakinan rasionalitasnya pada masa itu tampak dari kiprahnya dalam Himpunan Penyelamatan Fisika Teoritis (A Club for Salvation of Theoretical Phsysics). (Listiyono Santoso, 2006: 149-150)
Keanggotaannya dalam kelompok tersebut tentu melibatkan dirinya dengan eksperimen-eksperimen ilmu alam dan sejarah perkembangan ilmu fisika itu sendiri. Dari sinilah ia melihat hubungan yang sesungguhnya antara eksperimen dengan teori yang ternyata relasi itu tidak sesederhana apa yang dibayangkan dan dijelaskan dalam buku-buku pelajaran selama ini. “Terjadinya perubahan pemikiran dalam Paul tersebut setidaknya disebabkan oleh beberapa factor”.
Pertama, karena adanya perkembangan baru dalam ilmu fisika, terutama fisika kuantum. Ia melihat bahwa fisika kuantum telah menolak beberapa patokan dasar fisika yang ketika itu dianggap modern (Newtonian) yang di atasnya prinsip-prinsip positivisme ditegakkan. Yang kedua, sambutan para  filsuf terhadap teori mekanika kuantum yang dianggap sebagai dukungan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Gagasan Popper, Thomas S Khun, dan terutama Imre Lakatos sangat mempengaruhi pemikiran filsafatnya.
Pada permulaan tahun 50-an, ia mengikuti seminar-seminar filsafat dari Karl Raimund Popper di London. Pada saat itu ia masih tetap berpegang teguh pada keyakinan rasionalitasnya, namun akibat perkenalannya dengan Lakatos, pemikiran Feyerabend berubah drastis. Ia melihat keyakinan bahwa dalam sejarah mekanika kuantum, bermacam-macam patokan telah dilanggar dan anehnya patokan itu dijunjung tinggi oleh para filsuf bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Di sini, kemudian Feyerabend melihat bahwa segala pencarian hukum universal adalah ilusi belaka. (Listiyono: 2017. 150)
Pada tahun 1953, ia menjadi pengajar di Bristol. Tahun-tahun berikutnya mengajar estetika, sejarah ilmu pengetahuan dan filsafat di Austria, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat. Pada tahun-tahun itu pula ia mulai mengalami pertobatan pemikiran. Pengaruh perkenalan dengan Imre lakatos membuat ia mengalami pertobatan tersebut, Laktos meniupkan pemikiran-pemikiran anarkis terhadapnya. Sehingga suatu ketika Feyerabend menyebutkan bahwa Lakatos dianggap sebagai sahabat anarkisnya. Lagi pula seperti yang diakuinya bahwa Lakatoslah yang mendorongnya untuk menuliskan gagasan-gagasannya. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Lakatos padanya, “Paul, he said,’you have such strange ideas, why don’t you write them down?”.  (Mikhael Dua: 2007. Hal. 165-166).  
Kemudian Pada tahun 1958, ia menjadi guru besar Universitas California di Berkeley dan berkenalan dengan Carl Freither van Weizsacker, seorang ahli matematika kuantum. Berkat perkenalannya dengan Weizsacker inilah pemikiran anarkisme ilmu pengetahuan Feyerabend mencapai puncak. Puncak pemikiran anarkisnya tertuang dalam Against Method yang terbit pada tahun 1970. (Listiyono: 2017. 150)
Jika dilihat dari karakteristik pemikiran Feyerabend, dapat dikatakan, bahwa ia adalah tokoh postmodernisme dalam bidang filsafat ilmu. Sebagai tokoh postmodernisme, maka pemikiran-pemikirannya merupakan bentuk kritik atas paradigma modernisme. Feyerabend, sebagaimana para pemikir postmodernisme lainnya, seperti Lyotard, mengkritik pemikiran abad modern Descartes (Renaissance) sampai dengan Hegel, yang dicap sebagai grand narratives yang di legimitasikan. Fayerabend mengemukakan prinsip “metode apa saja boleh (Anything goes), maksudnya tidak ada dominasi dan pemaksaan penggunaan metode tertentu. Di antara berbagai metode itu, kita harus memilih metode yang tepat dan sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian kita. (Akhyar: 2015. 180)
II. Anarkistis Paul Karl Feyerabend Tentang Ilmu Pengetahuan.
a. Pengertian Anarkism atau anarkistis
Secara etimologi, anarkism berasal dari bahasa Yunani yakni archos artinya tanpa pemerintahan. Ia merupakan sebuah aliran dalam filsaafat social yang menghendaki dihapuskannya negara atau pemerintahan secara kontrol politik dalam masyarakat. Aliran ini didasarkan pada ajaran bahwa masyarakat yang ideal itu dapat mengatur urusannya sendiri tanpa mempergunakan kekuasaan yang berlawanan dengan paham sosialisme dan komunisme. (Ali Mudhofir: 1996. 9-10)
Dalam bahasa Yunani istilah anarchos atau anarchia berarti tidak memiliki pemerintahan atau keadaan tanpa penguasa. Dalam konotasi positif, anarkisme adalah ideologi sosial yang menolak pemerintahan yang otoriter. Aliran ini berpandangan bahwa individu-individu harus mengatur diri mereka sendiri dengan cara yang disenangi demi pemenuhan kebutuhan dan ideal-ideal mereka.. Sedangkan dalam konotasi negative, anarkisme adalah kepercayaan yang menyangkal untuk menghormati hukum atau peraturan apapun dan secara aktif melibatkan diri dalam promosi kekacauan melalui perusakan masyarakat. Aliran ini mengajarkan penggunaan terorisme individual sebagai sebuah alat untuk meningkatkan terjadinya disorganisasi sosial dan politik. (Ali Mudhofir: 1996. 13)
Pada tahun 1975 Paul Feyerabend menerbitkan bukunya yang berjudul Againts Method, “Paul Feyerabend, Againts Method (London: Verso, 1975). Saya menggunakan teks edisi ketiga tahun 1993”, sebuah buku yang diberi penafsiran oleh para pembaca sebagai pemberontakan:  terhadap teori-teori ilmu pengetahuan sebelumnya dan terhadap metode-metode ilmu yang sudah menjadi konvensional didalam masyarakat. Selain itu, buku tersebut dapat dilihat sebagai pemberontakan terhadap apa yang ia yakini sebelumnya yaitu realisme ilmiah, hanya karena ia ingin memberikan dukungan terhaap kebebasan penuh sang ilmuwan.
Tujuan daripada buku against method dengan demikian adalah mendorong para ilmuwan untuk mempersoalkan kembali semua metode ilmiah yang mereka gunakan ialah secara dogmatis, tanpa sikap kritis sama sekali. Setiap ilmuwan harus menjadi ilmuwan yang sejati, dalam artian harus mengembangkan sebuah metode yang memberi tempat bagi kebebasan diri untuk berpikir, tidak mengekang diri dalam batas-batas metode yang konvensional, melainkan harus membiasaka diri untuk mempersoalkan semuanya itu. Kemudian prinsip dasar metode yang ingin ia bangun adalah: anything goes, dengan landasan lakukan menurut kata hatimu. (Mikhael: 2007. 172-173)
Feyerabend mengemukakan bahwa ia tidak berbicara tentang ilmu pengethuan tertutup, melainkan sistem berkembang dan tumbuh dalam masyarakat demokratis. Di dalam masyarakat seperti ini masih ada ruang beagi kebebasan berpikir dan bagi kesepakatan bersama. Antara lain, orang dapat mebangun ilmu pengetahuan sebagai sebuah sistem dengan aturan-aturan metodologis yang ketat sebagaimana dicita-citakan oleh kaum positivis. Juga dalam kacamata tersebut kita dapat mengatakan bahwa pengalaman, data dan hasil-hasil eksperimen merupakan ukuran keberhasilan sebuah teori, hal ini bisa; “dikatakan bahwa kecocokan antara data dan teori membuat teori dipertahankan dan bahwa ketidakcocokan antara data dan teori dapat menghacurkan teori itu sendiri. (Mikhael: 2007. 174)
Dalam latar belakang itulah feyerabend menawarkan sebuah metode yang ia identifikasikan sebagai sebuah metode  anarki. Mengapa dikatakan anarki, karena metode yang ia maksud adalah sebuah metode  yang membebaaskan ilmuwan dari kungkungan atau belengguan; kurungan metodologies yang cenderung membatasi kreativitasnya. Dimana Ilmuwan harus dapat berpikir bebas dan melakukan apa yang ia pikirkan cocok untuk dilakukan tanpa harus diatuer oleh metode-metode ilmu pengetahuan konvensional.. (Mikhael: 2007. 175)
b. Anarkisme sebagai kritik atas ilmu pengetahuan.
Seluruh pemikiran Feyerabend yang diberi nama anarkistis epistemologis, merupakan suatu kritik. Atas nama kebebasan individu, Feyerabend mengkritik dari dua sisi. Dalam sudut ini, keduanya tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Pertama, Anti Metode dan kedua, Anti Ilmu Pengetahuan. 
1)      Anti – Metode
Atas nama kebebasan individu, Feyerabend mau melawan tubuh ilmu pengetahuan. Ia memegang semboyan Anti-Metode atau menolak metode. (Mikhael Dua: 2007. 183) Dengan semboyan itu, ia sebenanya tidak serta merta menolak semua metode ilmu pengetahuan. Melainkan, ia ingin menjelaskan kepada kita bahwa tidak ada metode ilmiah yang historis dan universal. Setiap metode ilmiah selalu terkait dengan sang ilmuwan yang meneliti, komunitas yang menggunakan hasil penelitian dan konteks historis yang menentukan problem penelitian ilmuwan. Terutama feyerabend mengkritik cita-cita positivisme yang mengusulkan universalitas metode-metode ilmiah, sebuah cita-cita agar metode-metode ilmu alam dapat dimanfaatkan dalam ilmu-ilmu sosial.
2)      Anti - Ilmu Pengetahuan
Atas nama kebebasan yang sama, Feyerabend mempunyai sikap anti-ilmu pengetahuan. (Mikhael: 2007, 184) Anti-ilmu pengetahuan tidak berarti anti terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan yang kerap kali melampaui maksud utamanya. Dengan sikap ini, ia mau melawan ilmu pengetahuan yang oleh para ilmuwan dianggap lebih unggul ketimbang bidang-bidang atau bentuk-bentuk pengetahuan lain, seperti Sihir, Magic, Mitos dan lain sebagainya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa semua manusia dapat melakukan apa saja yang ia kehendaki tanpa batas diimbangi dengan hal-hal yang positif.
Dalam bangunan epistemologinya yang anarkis, ada beberapa hal yang diperjuangkan oleh Paul Karl Feyerabend sebagaimana berikut:
(1)  Apa Saja Boleh
Feyerabend bersikeras sekali pada klaimnya bahwa tidak ada metodologi ilmu yang pernah dikemukakan selama ini mencapai sukses, Maka dari itu ia membiarkan segala sesuatu berlangsung, berjalan tanpa banyak aturan. Dengan demikian ia hendak menyatakan bahwa semua metode, termasuk yang paling jelas sekalipun pasti mempunyai keterbatasan, sehingga tidak seharusnya dipaksakan untuk menyelidiki semua obyek. Hal ini adalah prinsip yang sejalan dengan kebebasan individu. (Listiyono Santoso, 2006: 166)
(2) Tidak bisa saling diukur dengan standar yang sama
Suatu komponen penting dari analisa Feyerabend tentang ilmu, ialah pandangannya tentang ilmu-ilmu yang tidak bisa saling diukur dengan standar yang sama. Dalam hal ini terdapat kesamaan dengan pandangan Kuhn mengenai masalah paradigma. Konsepsi Feyerabend tentang ilmu-ilmu yang tidak bisa saling diukur dengan standar yang sama, adalah sebagai ketergantungan observasi pada teori. Makna dan interpretasi tentang konsep-konsep dan keterangan-keterangan observasi yang digunakan akan tergantung pada konteks teoritis dalam mana makna dan keterangan observasi itu muncul. (C. Verhak, 1995: 167)
(3) Ilmu tidak harus mengungguli bidang-bidang lain
Aspek lain yang penting dari pandangan Feyerabend tentang ilmu itu luas, menyangkut hubungan antara ilmu dengan bentuk-bentuk pengetahuan lainnya itu tidak bisa dibanding-bandingkan. Ia mengemukakan, bahwa banyak kaum metodologis sudah menganggap benar, tanpa argumentasi, bahwa ilmu (atau mungkin fisika) membentuk paradigma rasionalitas.
(4) Kebebasan Individu
Banyak hal di dalam tesis Feyerabend Against Method salah satunya ialah, setiap ilmuan harus menjadi ilmuan sejati, dalam arti harus mengembangkan sebuah metode yang memberi tempat bagi kebebasan berpikir, tidak mengekang diri dalam batas-batas metode yang konvensional. Lalu prinsip dasar yang ingin ia bangun adalah: anything goes, dengan artian bahwa setiap individu berhak melakukan sesuatu sesuai dengan kata hatinya. (Mikhael Dua: 2007. Hal. 173)
III. Syarat-syarat perkembangan ilmu
Disebabkan oleh dinamika ilmu pengetahuan yang senantiasa berkembang, maka feyerabend sebagai salah satu filsuf dalam bidang perkembangan lmu itu sendiri memberikan batasan –batasan berupa syarat-syarat yang ia simpulkan dari teori-teori beberapa fifsuf, diantaranya: Stephan Koerner, Elkana, Yehuda Elkana, Kurt Huebner, Dan Huebner. Yang menghasilkan syarat-syarat perkembangan ilmu pengetahuan.
Adapun hasil kesimpulan dari syarat-syarat perkembangan ilmu yang dikembangkan oleh Paul Feyerabend adalah sebagai berikut:
1.    Prasyarat ontologis (Koerner). Bahwa ilmu-ilmu berkembang karena mereka berhadapan dengan bidang-bidang realitas yang berbeda-beda. Perbedaan antara fisika, astronomi, sejarah, dan sastra, semata-mata disebabkan karena berhadapan dengan realitas yang berbeda.
2.    Prasyarat sumber pengetahuan (Elkana). Dalam epistemologi umum diketahui bahwa sumber pengetahuan kita adalah bermula dari pengalaman dan akal budi.
3.    Prasyarat hierarki sumber-sumber pengetahuan (Yehuda Elkana), secara hierarki: sumber-sumber pengetahuan itu memiliki priyoritas masing-masing. Karena itu tidak dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu berjalan secara sama begitu saja di mana-mana.
4.    Prasyarat pembuktian (Kurt Huebner). Yang dimaksud dengan prasyarat ini adalah apa yang dapat kita tetapkan sebagai bukti, pendasaran, penerimaan teori, kritik, dan penolakan terhadap teori.
5.    Prasyarat normatif (Huebner). Prasarat terakhir ini menunjukkan bahwa semua ilmu memiliki bentuk-bentuk normatif, seperti: teori, kemudahan, ketelitian dalam hubungan antara persoalan dan solusi, dan asumsi-asumsi dasar yang kebal terhadap kritik. (Mikhael Dua: 2007. 187-188)
Kesimpulan
Feyerabend mengembangkan metode anarkis (anything goes). Metode anarkis mempersoalkan metodologi ilmu pengetahuan secara mendasar ingin menghidupkan kembali ilmu pengetahuan sebagai ekspresi kebebasan manusia. “Anything goes” adalah teorinya yang menjelaskan bahwa ilmu tidak mesti dibangun di atas metologi yg kaku, tetapiharus ada ruang bagi inisiatif ilmuwan. Selain kebenaran, kebebasan ilmiah harus merupakan norma ilmu pengetahuan. ,Selain itu, Feyerabed juga berpendapat “jika ilmu pengetahuan mau berkembang optimal, maka biarkanlah ilmuwan berpikir bebas bahkan bebas dari ‘paradigma ilmiah’ yang telah menjadi bahasa komunitas ilmiah.
Pemikiran Feyerabend tentang anarkisme ilmu pengetahuan dilatar belakangi oleh dominasi paradigma pemikiran positivistic yang telah dimulai pada abad ke-20. Dan karakteristik pemikiran Feyerabend, dapat dikatakan, bahwa ia adalah tokoh postmodernisme dalam bidang filsafat ilmu. Sebagai tokoh postmodernisme, maka pemikiran-pemikirannya merupakan bentuk kritik atas paradigma modernisme.
Feyerabend mengkritik dari dua sisi. Dalam sudut ini, keduanya tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Pertama, Anti Metode dan kedua, Anti Ilmu Pengetahuan. 
Dalam bangununan epistemologinya yang anarkis, ada beberapa hal yang diperjuangkan oleh Paul Karl Feyerabend sebagaimana berikut: Prasyarat ontologis (Koerner),
1.  Apa Saja Boleh
2. Tidak bisa saling diukur dengan standar yang sama
3. Ilmu tidak harus mengungguli bidang-bidang lain
4. Kebebasan Individu
Kemudian adapun syarat-syarat yang dikembangkan oleh Fayerabend, yang berlandaskan dengan teori-teori filsuf adalah sebagai berikut: 1. Prasyarat sumber pengetahuan (Elkana), 2. Prasyarat sumber pengetahuan (Elkana) secara epistemologi, 3. Prasyarat hierarki sumber-sumber pengetahuan (Yehuda Elkana), 4. Prasyarat pembuktian (Kurt Huebner), dan 5. Prasyarat normatif (Huebner).

Daftar Pustaka:
Lubis, Akhyar Yusuf. 2015. Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta: Rajawali Press.
Maksum, Ali. 2008. Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme, Ar-Ruzz Media: Jogjakarta.
Mikhael Dua. 2007. Filsafat Ilmu Pengetahuan-Telaah Analitis-Dinamis-dan Dialektis, Maumere: Penerbit Laladero.
Mudhofir, Ali. 1996. Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi, Yogyakarta: Gajah Mada UniversityPress.
Santoso, Listiyono. 2006. Seri Pemikiran Tokoh: Epistemologi Kiri. Ar-Ruzz Media: Jogjakarta.
Verhak, C. 1995. Filsafat Ilmu Pengetahuan. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
https://id.wikipedia.org/wiki/Paul_Feyerabend


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemaknaan Kebengkokan Wanita sebagaimana Tulang Rusuk

Terkadang kita selalu mendengar, ada istilah bahwa “wanita itu bengkok” seperti tulang rusuk. Tentu mungkin ada yang bertanya-tanya maksud...