PANDANGAN ANARKISTIS FEYERABEND
TENTANG ILMU PENGETAHUAN
Mohammad Masykur (18720069)
Progam Pendidikan Magister
Pendidikan Bahasa Arab
Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang
Abstrack
Perkembangan
ilmu pengetahuan merupakan proses kreativitas individual yang kompleks. Karena
itu ilmu pengetahuan tidak boleh diterangkan atau pun diatur oleh segala macam
bentuk peratuaran maupun sistem hukum yang berlaku. Untuk melawan upaya
mengkooptasikan ilmu pengetahuan dalam bentuk-bentuk baku yang formal dan
rigid, Paul Fayerabend menawarkan dua hal, yaitu prinsip pengembangbiakkan dan
prinsip apa saja boleh. Prinsip pengembangan maksudnya, kita tidak bekerja
dalam suatu sistem pemikiran bentuk-bentuk kehidupan dan kerangka institusional
yang tunggal. Tetapi sebaliknya, kita seharusnya menempatkan pluralisme sebuah
teori dan metodologi, sistem-sistem pemikiran dan bentuk-bentuk kehidupan dalam
kerangka institusional. Dan Prinsip kebebasan apa saja boleh (anything goes),
maksudnya membebaskan segala bentuk sebuah perjalanan apa adanya, dengan tanpa
banyak terikat oleh sebuah sistem.
Kata kunci: Paul Feyerabend,
Pandangan Anarkistis, Againt Method.
Pengantar
Sebuah panorama ilmu pengetahuan berangkat dari cara berfikir
rasionalis, empiris yang didesain dengan konsep pemahaman filsafat yang begitu
matang. Filsafat meruapakan kunci pokok dalam mengembangkan kajian keilmuan di
berbagai dimensi displin ilmu baik social maupun science. Perlu kita ketahui,
dewasa ini kajian keilmuan filsafat telah berkolaborasi dengan kajian-kajian
ilmu tertentu sebagai alat analisis serta pendekatan pemahaman teoritis,
sehingga memunculkan berbagai pengembangan teoritis keilmuan yang begitu
canggih dan merubah perspektif keilmuan menjadi indah dipandang, menarik
dipelajari, bermanfaat bagi pembelajaran.
Sering orang memandang beberapa aliran dalam filsafat adalah sebuah
rekayasa pikiran bawah sadar manusia.
Artinya, filsafat adalah hasil akal pikiran yang masih diragukan kevaliditasannya.
Padahal apabila kita teliliti lebih dalam lagi, memahami filsafat tidak semudah
menemukan jarum dalam jerami. Diperlukan pemikiran-pemikiran jernih agar makna
tersirat dari filsafat itu dapat dikaji sehingga ditemukanlah teori baru. Dari
teori baru itulah sesesorang telah dapat dikatakan berfilsafat.
Berbicara mengenai filsafat, berikut salah satu cabang bahasan dari
filsafat yakni Anarkisme. Istilah anarkisme lebih banyak dikenal orang sebagai
tindak kekerasan. Padahal anarkisme sebenarnya hanyalah sebuah teori politik.
Dalam sejarahnya, para anarkis dalam berbagai gerakannya kerap kali menggunakan
kekerasan sebagai metode yang cukup ampuh dalam memperjuangkan ide-idenya. Hal
inilah yang menimbulkan persepsi baru dalam istilah anarkisme. Berawal dari
anarkisme inilah, banyak tokoh yang membahas tentang anarkisme. Salah satunya
adalah Paul Karl Feyerabend. Ia adalah tokoh yang tergolong muda dalam
menyumbangkan teorinya mengenai anarkisme. Dan untuk mengetahuinya berikut
penulis paparkan melalui makalah yang berjudul “Pandangan Anarkistis Paul Karl
Feyerabend Tentang Ilmu Pengetahuan”.
I. Biografi Singkat Paul Karl Feyerabend.
Paul Karl Feyerabend lahir pada tanggal 13 Januari tahun 1924 di Wina – 11 Februari 1994 Vaud Swiss, Austria tahun
1945. Ia belajar seni suara teater dan sejarah teater di institute for
Production of Theater, the Methodological Reform the German Theater di Weimar.
Sepanjang hidupnya ia menyukai drama dan kesenian. Ia belajar dan mempelajari
Astronomi, Matematika, Sejarah, dan Filsafat. Menurut pengakuannya, ketika ia
mengingat masa itu, “ia menggambarkan dirinya sebagai seorang rasionalis”.
Maksudnya, ia percaya akan keutamaan dan keunggulan ilmu pengetahuan yang
memiliki hukum-hukum universal yang berlaku dalam segala tindakan yang secara
ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Keyakinan rasionalitasnya pada masa itu
tampak dari kiprahnya dalam Himpunan Penyelamatan Fisika Teoritis (A Club for
Salvation of Theoretical Phsysics). (Listiyono Santoso, 2006: 149-150)
Keanggotaannya dalam kelompok tersebut tentu melibatkan dirinya
dengan eksperimen-eksperimen ilmu alam dan sejarah perkembangan ilmu fisika itu
sendiri. Dari sinilah ia melihat hubungan yang sesungguhnya antara eksperimen
dengan teori yang ternyata relasi itu tidak sesederhana apa yang dibayangkan
dan dijelaskan dalam buku-buku pelajaran selama ini. “Terjadinya perubahan
pemikiran dalam Paul tersebut setidaknya disebabkan oleh beberapa factor”.
Pertama, karena adanya perkembangan baru dalam ilmu fisika,
terutama fisika kuantum. Ia melihat bahwa fisika kuantum telah menolak beberapa
patokan dasar fisika yang ketika itu dianggap modern (Newtonian) yang di
atasnya prinsip-prinsip positivisme ditegakkan. Yang kedua, sambutan para filsuf terhadap teori mekanika kuantum yang
dianggap sebagai dukungan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Gagasan Popper,
Thomas S Khun, dan terutama Imre Lakatos sangat mempengaruhi pemikiran
filsafatnya.
Pada permulaan tahun 50-an, ia mengikuti seminar-seminar filsafat
dari Karl Raimund Popper di London. Pada saat itu ia masih tetap berpegang
teguh pada keyakinan rasionalitasnya, namun akibat perkenalannya dengan Lakatos,
pemikiran Feyerabend berubah drastis. Ia melihat keyakinan bahwa dalam sejarah
mekanika kuantum, bermacam-macam patokan telah dilanggar dan anehnya patokan
itu dijunjung tinggi oleh para filsuf bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Di
sini, kemudian Feyerabend melihat bahwa segala pencarian hukum universal adalah
ilusi belaka. (Listiyono: 2017. 150)
Pada tahun 1953, ia menjadi pengajar di Bristol. Tahun-tahun
berikutnya mengajar estetika, sejarah ilmu pengetahuan dan filsafat di Austria,
Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat. Pada tahun-tahun itu pula ia mulai
mengalami pertobatan pemikiran. Pengaruh perkenalan dengan Imre lakatos membuat
ia mengalami pertobatan tersebut, Laktos meniupkan pemikiran-pemikiran anarkis
terhadapnya. Sehingga suatu ketika Feyerabend menyebutkan bahwa Lakatos
dianggap sebagai sahabat anarkisnya. Lagi pula seperti yang diakuinya bahwa
Lakatoslah yang mendorongnya untuk menuliskan gagasan-gagasannya. Sebagaimana
yang pernah dikatakan oleh Lakatos padanya, “Paul, he said,’you have such
strange ideas, why don’t you write them down?”.
(Mikhael Dua: 2007. Hal. 165-166).
Kemudian Pada tahun 1958, ia menjadi guru besar Universitas
California di Berkeley dan berkenalan dengan Carl Freither van Weizsacker,
seorang ahli matematika kuantum. Berkat perkenalannya dengan Weizsacker inilah
pemikiran anarkisme ilmu pengetahuan Feyerabend mencapai puncak. Puncak
pemikiran anarkisnya tertuang dalam Against Method yang terbit pada tahun 1970.
(Listiyono: 2017. 150)
Jika dilihat dari karakteristik pemikiran Feyerabend, dapat
dikatakan, bahwa ia adalah tokoh postmodernisme dalam bidang filsafat ilmu.
Sebagai tokoh postmodernisme, maka pemikiran-pemikirannya merupakan bentuk
kritik atas paradigma modernisme. Feyerabend, sebagaimana para pemikir postmodernisme
lainnya, seperti Lyotard, mengkritik pemikiran abad modern Descartes
(Renaissance) sampai dengan Hegel, yang dicap sebagai grand narratives yang di
legimitasikan. Fayerabend mengemukakan prinsip “metode apa saja boleh (Anything
goes), maksudnya tidak ada dominasi dan pemaksaan penggunaan metode tertentu.
Di antara berbagai metode itu, kita harus memilih metode yang tepat dan sesuai
dengan masalah dan tujuan penelitian kita. (Akhyar: 2015. 180)
II. Anarkistis Paul Karl Feyerabend Tentang Ilmu Pengetahuan.
a. Pengertian Anarkism atau anarkistis
Secara etimologi, anarkism berasal dari bahasa Yunani yakni archos
artinya tanpa pemerintahan. Ia merupakan sebuah aliran dalam filsaafat social
yang menghendaki dihapuskannya negara atau pemerintahan secara kontrol politik
dalam masyarakat. Aliran ini didasarkan pada ajaran bahwa masyarakat yang ideal
itu dapat mengatur urusannya sendiri tanpa mempergunakan kekuasaan yang
berlawanan dengan paham sosialisme dan komunisme. (Ali Mudhofir: 1996. 9-10)
Dalam bahasa Yunani istilah anarchos atau anarchia berarti tidak
memiliki pemerintahan atau keadaan tanpa penguasa. Dalam konotasi positif,
anarkisme adalah ideologi sosial yang menolak pemerintahan yang otoriter.
Aliran ini berpandangan bahwa individu-individu harus mengatur diri mereka
sendiri dengan cara yang disenangi demi pemenuhan kebutuhan dan ideal-ideal
mereka.. Sedangkan dalam konotasi negative, anarkisme adalah kepercayaan yang
menyangkal untuk menghormati hukum atau peraturan apapun dan secara aktif
melibatkan diri dalam promosi kekacauan melalui perusakan masyarakat. Aliran ini
mengajarkan penggunaan terorisme individual sebagai sebuah alat untuk
meningkatkan terjadinya disorganisasi sosial dan politik. (Ali Mudhofir: 1996. 13)
Pada tahun 1975 Paul Feyerabend menerbitkan bukunya yang berjudul
Againts Method, “Paul Feyerabend, Againts Method (London: Verso, 1975). Saya
menggunakan teks edisi ketiga tahun 1993”, sebuah buku yang diberi penafsiran oleh
para pembaca sebagai pemberontakan:
terhadap teori-teori ilmu pengetahuan sebelumnya dan terhadap
metode-metode ilmu yang sudah menjadi konvensional didalam masyarakat. Selain
itu, buku tersebut dapat dilihat sebagai pemberontakan terhadap apa yang ia
yakini sebelumnya yaitu realisme ilmiah, hanya karena ia ingin memberikan
dukungan terhaap kebebasan penuh sang ilmuwan.
Tujuan daripada buku against method dengan demikian adalah
mendorong para ilmuwan untuk mempersoalkan kembali semua metode ilmiah yang
mereka gunakan ialah secara dogmatis, tanpa sikap kritis sama sekali. Setiap
ilmuwan harus menjadi ilmuwan yang sejati, dalam artian harus mengembangkan
sebuah metode yang memberi tempat bagi kebebasan diri untuk berpikir, tidak
mengekang diri dalam batas-batas metode yang konvensional, melainkan harus
membiasaka diri untuk mempersoalkan semuanya itu. Kemudian prinsip dasar metode
yang ingin ia bangun adalah: anything goes, dengan landasan lakukan menurut
kata hatimu. (Mikhael: 2007. 172-173)
Feyerabend mengemukakan bahwa ia tidak berbicara tentang ilmu
pengethuan tertutup, melainkan sistem berkembang dan tumbuh dalam masyarakat
demokratis. Di dalam masyarakat seperti ini masih ada ruang beagi kebebasan
berpikir dan bagi kesepakatan bersama. Antara lain, orang dapat mebangun ilmu
pengetahuan sebagai sebuah sistem dengan aturan-aturan metodologis yang ketat
sebagaimana dicita-citakan oleh kaum positivis. Juga dalam kacamata tersebut
kita dapat mengatakan bahwa pengalaman, data dan hasil-hasil eksperimen
merupakan ukuran keberhasilan sebuah teori, hal ini bisa; “dikatakan bahwa
kecocokan antara data dan teori membuat teori dipertahankan dan bahwa ketidakcocokan
antara data dan teori dapat menghacurkan teori itu sendiri. (Mikhael: 2007.
174)
Dalam latar belakang itulah feyerabend menawarkan sebuah metode
yang ia identifikasikan sebagai sebuah metode
anarki. Mengapa dikatakan anarki, karena metode yang ia maksud adalah
sebuah metode yang membebaaskan ilmuwan
dari kungkungan atau belengguan; kurungan metodologies yang cenderung
membatasi kreativitasnya. Dimana Ilmuwan harus dapat berpikir bebas dan
melakukan apa yang ia pikirkan cocok untuk dilakukan tanpa harus diatuer oleh
metode-metode ilmu pengetahuan konvensional.. (Mikhael: 2007. 175)
b. Anarkisme sebagai kritik atas ilmu pengetahuan.
Seluruh pemikiran Feyerabend yang diberi nama anarkistis
epistemologis, merupakan suatu kritik. Atas nama kebebasan individu, Feyerabend
mengkritik dari dua sisi. Dalam sudut ini, keduanya tidak dapat dipisahkan
antara yang satu dengan yang lainnya. Pertama, Anti Metode dan kedua, Anti Ilmu
Pengetahuan.
1)
Anti
– Metode
Atas nama
kebebasan individu, Feyerabend mau melawan tubuh ilmu pengetahuan. Ia memegang
semboyan Anti-Metode atau menolak metode. (Mikhael Dua: 2007. 183) Dengan
semboyan itu, ia sebenanya tidak serta merta menolak semua metode ilmu
pengetahuan. Melainkan, ia ingin menjelaskan kepada kita bahwa tidak ada metode
ilmiah yang historis dan universal. Setiap metode ilmiah selalu terkait dengan
sang ilmuwan yang meneliti, komunitas yang menggunakan hasil penelitian dan
konteks historis yang menentukan problem penelitian ilmuwan. Terutama
feyerabend mengkritik cita-cita positivisme yang mengusulkan universalitas
metode-metode ilmiah, sebuah cita-cita agar metode-metode ilmu alam dapat
dimanfaatkan dalam ilmu-ilmu sosial.
2)
Anti
- Ilmu Pengetahuan
Atas nama
kebebasan yang sama, Feyerabend mempunyai sikap anti-ilmu pengetahuan.
(Mikhael: 2007, 184) Anti-ilmu pengetahuan tidak berarti anti terhadap ilmu
pengetahuan itu sendiri, melainkan anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan
yang kerap kali melampaui maksud utamanya. Dengan sikap ini, ia mau melawan
ilmu pengetahuan yang oleh para ilmuwan dianggap lebih unggul ketimbang bidang-bidang
atau bentuk-bentuk pengetahuan lain, seperti Sihir, Magic, Mitos dan lain
sebagainya.
Dari penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa semua manusia dapat melakukan apa saja yang ia
kehendaki tanpa batas diimbangi dengan hal-hal yang positif.
Dalam bangunan
epistemologinya yang anarkis, ada beberapa hal yang diperjuangkan oleh Paul
Karl Feyerabend sebagaimana berikut:
(1) Apa Saja Boleh
Feyerabend
bersikeras sekali pada klaimnya bahwa tidak ada metodologi ilmu yang pernah
dikemukakan selama ini mencapai sukses, Maka dari itu ia membiarkan segala
sesuatu berlangsung, berjalan tanpa banyak aturan. Dengan demikian ia hendak
menyatakan bahwa semua metode, termasuk yang paling jelas sekalipun pasti
mempunyai keterbatasan, sehingga tidak seharusnya dipaksakan untuk menyelidiki
semua obyek. Hal ini adalah prinsip yang sejalan dengan kebebasan individu. (Listiyono
Santoso, 2006: 166)
(2) Tidak bisa saling diukur dengan standar yang sama
Suatu komponen
penting dari analisa Feyerabend tentang ilmu, ialah pandangannya tentang
ilmu-ilmu yang tidak bisa saling diukur dengan standar yang sama. Dalam hal ini
terdapat kesamaan dengan pandangan Kuhn mengenai masalah paradigma. Konsepsi
Feyerabend tentang ilmu-ilmu yang tidak bisa saling diukur dengan standar yang
sama, adalah sebagai ketergantungan observasi pada teori. Makna dan
interpretasi tentang konsep-konsep dan keterangan-keterangan observasi yang
digunakan akan tergantung pada konteks teoritis dalam mana makna dan keterangan
observasi itu muncul. (C. Verhak, 1995: 167)
(3) Ilmu tidak harus mengungguli bidang-bidang lain
Aspek lain yang
penting dari pandangan Feyerabend tentang ilmu itu luas, menyangkut hubungan
antara ilmu dengan bentuk-bentuk pengetahuan lainnya itu tidak bisa
dibanding-bandingkan. Ia mengemukakan, bahwa banyak kaum metodologis sudah
menganggap benar, tanpa argumentasi, bahwa ilmu (atau mungkin fisika) membentuk
paradigma rasionalitas.
(4) Kebebasan Individu
Banyak hal di
dalam tesis Feyerabend Against Method salah satunya ialah, setiap ilmuan harus
menjadi ilmuan sejati, dalam arti harus mengembangkan sebuah metode yang
memberi tempat bagi kebebasan berpikir, tidak mengekang diri dalam batas-batas
metode yang konvensional. Lalu prinsip dasar yang ingin ia bangun adalah:
anything goes, dengan artian bahwa setiap individu berhak melakukan sesuatu
sesuai dengan kata hatinya. (Mikhael Dua: 2007. Hal. 173)
III. Syarat-syarat perkembangan ilmu
Disebabkan oleh
dinamika ilmu pengetahuan yang senantiasa berkembang, maka feyerabend sebagai
salah satu filsuf dalam bidang perkembangan lmu itu sendiri memberikan batasan
–batasan berupa syarat-syarat yang ia simpulkan dari teori-teori beberapa
fifsuf, diantaranya: Stephan Koerner, Elkana, Yehuda Elkana, Kurt Huebner, Dan Huebner.
Yang menghasilkan syarat-syarat perkembangan ilmu pengetahuan.
Adapun hasil
kesimpulan dari syarat-syarat perkembangan ilmu yang dikembangkan oleh Paul
Feyerabend adalah sebagai berikut:
1.
Prasyarat
ontologis (Koerner). Bahwa ilmu-ilmu berkembang karena mereka berhadapan dengan
bidang-bidang realitas yang berbeda-beda. Perbedaan antara fisika, astronomi,
sejarah, dan sastra, semata-mata disebabkan karena berhadapan dengan realitas
yang berbeda.
2.
Prasyarat
sumber pengetahuan (Elkana). Dalam epistemologi umum diketahui bahwa sumber
pengetahuan kita adalah bermula dari pengalaman dan akal budi.
3.
Prasyarat
hierarki sumber-sumber pengetahuan (Yehuda Elkana), secara hierarki:
sumber-sumber pengetahuan itu memiliki priyoritas masing-masing. Karena itu
tidak dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu berjalan secara sama begitu saja
di mana-mana.
4.
Prasyarat
pembuktian (Kurt Huebner). Yang dimaksud dengan prasyarat ini adalah apa yang
dapat kita tetapkan sebagai bukti, pendasaran, penerimaan teori, kritik, dan
penolakan terhadap teori.
5.
Prasyarat
normatif (Huebner). Prasarat terakhir ini menunjukkan bahwa semua ilmu memiliki
bentuk-bentuk normatif, seperti: teori, kemudahan, ketelitian dalam hubungan
antara persoalan dan solusi, dan asumsi-asumsi dasar yang kebal terhadap
kritik. (Mikhael Dua: 2007. 187-188)
Kesimpulan
Feyerabend mengembangkan metode anarkis (anything goes). Metode
anarkis mempersoalkan metodologi ilmu pengetahuan secara mendasar ingin
menghidupkan kembali ilmu pengetahuan sebagai ekspresi kebebasan manusia.
“Anything goes” adalah teorinya yang menjelaskan bahwa ilmu tidak mesti
dibangun di atas metologi yg kaku, tetapiharus ada ruang bagi inisiatif
ilmuwan. Selain kebenaran, kebebasan ilmiah harus merupakan norma ilmu
pengetahuan. ,Selain itu, Feyerabed juga berpendapat “jika ilmu pengetahuan mau
berkembang optimal, maka biarkanlah ilmuwan berpikir bebas bahkan bebas dari
‘paradigma ilmiah’ yang telah menjadi bahasa komunitas ilmiah.
Pemikiran Feyerabend tentang anarkisme ilmu pengetahuan dilatar
belakangi oleh dominasi paradigma pemikiran positivistic yang telah dimulai
pada abad ke-20. Dan karakteristik pemikiran Feyerabend, dapat dikatakan, bahwa
ia adalah tokoh postmodernisme dalam bidang filsafat ilmu. Sebagai tokoh
postmodernisme, maka pemikiran-pemikirannya merupakan bentuk kritik atas
paradigma modernisme.
Feyerabend mengkritik dari dua sisi. Dalam sudut ini, keduanya
tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Pertama, Anti
Metode dan kedua, Anti Ilmu Pengetahuan.
Dalam bangununan epistemologinya yang anarkis, ada beberapa hal
yang diperjuangkan oleh Paul Karl Feyerabend sebagaimana berikut: Prasyarat
ontologis (Koerner),
1. Apa Saja Boleh
2. Tidak bisa saling diukur dengan standar yang sama
3. Ilmu tidak harus mengungguli bidang-bidang lain
4. Kebebasan Individu
Kemudian adapun syarat-syarat yang dikembangkan oleh Fayerabend,
yang berlandaskan dengan teori-teori filsuf adalah sebagai berikut: 1.
Prasyarat sumber pengetahuan (Elkana), 2. Prasyarat sumber pengetahuan (Elkana)
secara epistemologi, 3. Prasyarat hierarki sumber-sumber pengetahuan (Yehuda
Elkana), 4. Prasyarat pembuktian (Kurt Huebner), dan 5. Prasyarat normatif
(Huebner).
Daftar Pustaka:
Lubis, Akhyar Yusuf. 2015. Filsafat Ilmu Klasik Hingga
Kontemporer, Jakarta: Rajawali Press.
Maksum, Ali. 2008. Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme, Ar-Ruzz Media: Jogjakarta.
Mikhael Dua. 2007. Filsafat Ilmu Pengetahuan-Telaah
Analitis-Dinamis-dan Dialektis, Maumere: Penerbit Laladero.
Mudhofir, Ali. 1996. Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan
Teologi, Yogyakarta: Gajah Mada UniversityPress.
Santoso, Listiyono. 2006. Seri Pemikiran Tokoh: Epistemologi Kiri.
Ar-Ruzz Media: Jogjakarta.
Verhak, C. 1995. Filsafat Ilmu Pengetahuan. PT. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.
https://id.wikipedia.org/wiki/Paul_Feyerabend
Tidak ada komentar:
Posting Komentar